Selasa, 03 November 2020

Sajak-Sajak Dedy Tri Riyadi

Rumah
 
1.
Di halamannya, aku bermimpi daun berbentuk hati,
separuh hijau, selebihnya kuning tua kecoklatan
jatuh dengan asa jadi serasah untuk sebentuk biji
berkecambah.
 
Di pagi basah, sebagian dari diriku berdiri
memandangi langit cerah. Sebagian lain masih
belum bisa tidur. Terlalu banyak rencana di dalam
rumah. Terlalu banyak bencana di luar rumah.
Tubuhku kolam duka bergolak-golak airnya.
 
Yang ingin kusampaikan padamu -- langit cerah
dan akan selalu cerah. Meski mendung akan
datang dan hujan akan turun. Kata-katamu, atap
dengan pelimbahan yang siap menampung
hujan itu. Haruskah aku risau pada hujan?
 
Jadi, aku berdiri di halaman dengan keyakinan
seperti daun jatuh itu. Daun berbentuk hati,
sebagian hijau, sebagian lagi kuning kecoklatan.
 
Dan tubuhku kolam bergolak-golak airnya.
Seperti ada tangan yang terus menerus bergerak
di dalamnya.
 
2.
Puisi ini menjadi beranda. Pot-pot bungaran
memamerkan warna. Mereka perlu teduhan
dan cahaya. Mereka perlu hujan atau air pancuran.
 
Setiap hari, kau berdiri di ambang pintu.
Tidak menunggu, hanya mengamati --
 
dunia temaram, dan luka pejam.
 
3.
Di dapur, aku -- pisau dan tungku.
Menyiangi nasib, mematangkan perasaan.
 
4.
Ada sebuah kamar. Terang dan sejuk.
Di ranjangnya, kau; puisi.
 
Apakah aku masih perlu dunia ini?
Dunia di mana luka bertambah teruk.
 
5.
Lupakan mimpiku.
Ingat-ingatlah duka itu.
Ikan dalam kolam yang megap-megap;
menggapai-gapai harap.
 
Dari sebuah jendela, puisi, mengintai
dengan cemasnya yang tak terpermanai.
 
2020
 
 
 
Sebilah Pisau
 
1.
Aku pikir ini malam. Dan benar,
ini malam. Seharusnya aku sudah
tertidur. Dan setelahnya, aku
bermimpi. Apa arti hidup tanpa
bermimpi?
 
Pertanyaan itu, pisau tergeletak
di meja dapur. Sebentuk nyawa
adalah taruhannya. Nasib semata
luka. Dengan atau tanpa darah --
luka adalah luka.
 
Setiap kita tak pernah bermimpi
akan mendapat luka di hidupnya.
 
2.
Waktu, tahun berapa saja, hari
apa saja, mengiris hidup kita.
 
Namun, kita tak mampu
menghentikan waktu.
 
Kecuali, kau adalah luka.
Kecuali, kau adalah pisau.
 
Pisau yang tajam mengembalikan
kenangan. Membuatmu jadi bayi
di mata ibu. Pisau, anggota keluarga
yang tak ingin kita akui keberadaannya.
 
Namun, ia ada. Tergeletak di meja
dapur. Di sebelah mimpimu.
 
3.
Ada malam menjelma pisau.
Pagi harinya, aku tinggal bercak darah
di dinding, di lantai, di jalanan.
 
Tak ada yang bermimpi jadi pisau.
Tak ada yang bermimpi jadi malam.
 
4.
Kata adalah pisau.
Kata menembus daging dan jantung.
 
Malam ini, dalam mimpiku -- kau
menjelma rumah jagal. Tak ada yang
bisa keluar dalam keadaan hidup.
 
Bahkan yang baru masuk sudah jadi
mayat. Kaku dan diam, tak bisa merasa
apa-apa lagi. Termasuk merasa punya
kawan.
 
Dingin seperti pisau yang tergeletak
di dapur itu.
 
2020
 
 
 
Bersin
 
Jangan beri banyak alasan
untuk sesuatu yang sederhana.
Aku tahu dan percaya --
kau perlu demam dan selesma
 
dan momen yang tepat,
meski itu singkat.
 
Jangan terlalu mudah mengatakan
sesuatu maha penting karena direncana.
Aku malas mendebat --
karena ada waktu untuk kau istirahat
 
menjauh dari segala perkara,
menepikan sejumlah gulana.
 
Mengertilah -- larik-larik ini
serumpang suasana ruang isolasi;
 
selimut bau minyak kayu putih
bercampur kecut keringat dan rintih
malam-malam yang tak ingin
 
kau perdengarkan. Dan, aku memang
masih ragu: ini semacam reaksi spontan
 
pada dunia dan kukuh kuasa.
 
2020
 
 
 
Telepon
 
Aku menyebut namamu,
tapi namamu juga namaku.
 
Hubungan kita semata
dibentuk dari kabel,
transmiter, satelit, dan
kehendak untuk saling
terkait. Sedang yang akan
memisahkan; daratan,
lautan, dan cinta.
 
Kadang, sering hilang
sinyal -- kita memang
di tengah perjalanan,
turun-naik lift kehidupan.
 
Namun, kita akan selalu
terhubung. Ada dengung
di kabel begitu percakapan
terhenti.
 
Tidak peduli jika hanya
bertukar kabar atau memang
menyampaikan duka --
waktu tak pernah terasa
pas saat hendak memutus.
 
2020
 
 
 
Sajak Pertama
 
Bahkan kita belum tahu
apa arti tangisan itu.
 
Nyanyi satwa hilang lahan?
Atau tangan kita tak mampu menahan
 
apa yang tak pernah diucapkan sebentang firman?
Aku mengira; hanya sebuah persembahan.
 
Aku menjeritkan nama-nama
dan tak ada namamu di sana.
 
Kau seperti tidur,
seperti terkubur.
 
Kita menggali waktu.
Di sana -- kita akan bertemu.
 
Bahkan kita belum tahu
apakah kita memang akan bertemu.
 
Ada yang membunuh diriku.
Ada yang menuduh; kaukah itu?
 
Dalam kalam: kita akan terus
diperjalankan. Kita merasa harus
 
menemukan. Sebuah jalan berarti
pagar terbuka, dan kita tak lagi
 
duduk di taman. Kita sibuk dengan
seluruh pikiran, tapi tak pernah berjalan
 
ke mana-mana. Kita bergerak
dengan bermacam kehendak.
 
Aku mencarimu.
Kau mencariku.
 
Sampai seekor gagak mematuk tanah.
Mengajari kita menyimpan darah tumpah.
 
Dan kita berlari ke sembarang negeri.
Kita menghindar dari sekeranjang ngeri.
 
Beban itu bernama cinta.
Karena beban itu kita bersuara.
 
Jangan mengira ini hanya persembahan.
Ini lebih dari mengira sebuah seruan.
 
Yang kita sangka sebagai tangisan --
meski baru sebuah akanan.
 
2020

Dedy Tri Riyadi, lahir di Tegal 16 Oktober 1974. Bergiat di Komunitas Paguyuban Sastra Rabu Malam (PaSaR Malam) sejak tahun 2007, dan sebagai redaktur puisi di Majalah Litera. Karya-karyanya dimuat di surat kabar nasional dan daerah. Buku puisi tunggalnya; Gelembung (2009), Liburan Penyair (2014), Pengungsian Suara (2016), dan Berlatih Solmisasi (2017). Dedy dinobatkan menjadi Penyair Muda Berbakat Terbaik versi situs Basabasi.co tahun 2018.

Tidak ada komentar:

Label

Sajak-Sajak Pertiwi Nurel Javissyarqi Fikri. MS Imamuddin SA Mardi Luhung Denny Mizhar Isbedy Stiawan ZS Raudal Tanjung Banua Sunlie Thomas Alexander Beni Setia Budhi Setyawan Dahta Gautama Dimas Arika Mihardja Dody Kristianto Esha Tegar Putra Heri Latief Imron Tohari Indrian Koto Inggit Putria Marga M. Aan Mansyur Oky Sanjaya W.S. Rendra Zawawi Se Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Agit Yogi Subandi Ahmad David Kholilurrahman Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Akhmad Muhaimin Azzet Alex R. Nainggolan Alfiyan Harfi Amien Wangsitalaja Anis Ceha Anton Kurniawan Benny Arnas Binhad Nurrohmat Dina Oktaviani Endang Supriadi Fajar Alayubi Fitri Yani Gampang Prawoto Heri Listianto Hudan Nur Indra Tjahyadi Javed Paul Syatha Jibna Sudiryo Jimmy Maruli Alfian Joko Pinurbo Kurniawan Yunianto Liza Wahyuninto Mashuri Matroni el-Moezany Mega Vristian Mujtahidin Billah Mutia Sukma Restoe Prawironegoro Ibrahim Rukmi Wisnu Wardani S Yoga Salman Rusydie Anwar Sapardi Djoko Damono Saut Situmorang Sihar Ramses Simatupang Sri Wintala Achmad Suryanto Sastroatmodjo Syaifuddin Gani Syifa Aulia TS Pinang Taufiq Wr. Hidayat Tengsoe Tjahjono Tjahjono Widijanto Usman Arrumy W Haryanto Y. Wibowo A. Mustofa Bisri A. Muttaqin Abdul Wachid B.S. Abi N. Bayan Abidah el Khalieqy Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Nurullah Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Alunk Estohank Alya Salaisha-Sinta Amir Hamzah Arif Junianto Ariffin Noor Hasby Arina Habaidillah Arsyad Indradi Arther Panther Olii Asa Jatmiko Asrina Novianti Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Baban Banita Badruddin Emce Bakdi Sumanto Bambang Kempling Beno Siang Pamungkas Bernando J. Sujibto Budi Palopo Chavchay Syaifullah D. Zawawi Imron Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Dian Hardiana Dian Hartati Djoko Saryono Doel CP Allisah Dwi S. Wibowo Edi Purwanto Eimond Esya Emha Ainun Nadjib Enung Nur Laila Evi Idawati F Aziz Manna F. Moses Fahmi Faqih Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fatah Yasin Noor Firman Nugraha Firman Venayaksa Firman Wally Fitra Yanti Fitrah Anugrah Galih M. Rosyadi Gde Artawan Goenawan Mohamad Gus tf Sakai Hamdy Salad Hang Kafrawi Haris del Hakim Hasan Aspahani Hasnan Bachtiar Herasani Heri Kurniawan Heri Maja Kelana Herry Lamongan Husnul Khuluqi Idrus F Shihab Ira Puspitaningsih Irwan Syahputra Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jafar Fakhrurozi Johan Khoirul Zaman Juan Kromen Jun Noenggara Kafiyatun Hasya Kazzaini Ks Kedung Darma Romansha Kika Syafii Kirana Kejora Krisandi Dewi Kurniawan Junaedhie Laela Awalia Lailatul Kiptiyah Leon Agusta Leonowens SP M. Harya Ramdhoni M. Raudah Jambakm Mahmud Jauhari Ali Maman S Mahayana Marhalim Zaini Misbahus Surur Mochtar Pabottingi Mugya Syahreza Santosa Muhajir Arifin Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Yasir Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Nirwan Dewanto Nunung S. Sutrisno Nur Wahida Idris Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Oka Rusmini Pandapotan M.T. Siallagan Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Petrus Nandi Pranita Dewi Pringadi AS Pringgo HR Putri Sarinande Putu Fajar Arcana Raedu Basha Remmy Novaris D.M. Rey Baliate Ria Octaviansari Ridwan Rachid Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Robin Dos Santos Soares Rozi Kembara Sahaya Santayana Saiful Bakri Samsudin Adlawi Satmoko Budi Santoso Sindu Putra Sitok Srengenge Skylashtar Maryam Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sunaryono Basuki Ks Sungging Raga Susi Susanti Sutan Iwan Soekri Munaf Suyadi San Syukur A. Mirhan Tan Lioe Ie Tarpin A. Nasri Taufik Hidayat Taufik Ikram Jamil Teguh Ranusastra Asmara Thoib Soebhanto Tia Setiadi Timur Sinar Suprabana Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Toni Lesmana Tosa Poetra Triyanto Triwikromo Udo Z. Karzi Ulfatin Ch Umar Fauzi Ballah Wahyu Heriyadi Wahyu Prasetya Wayan Sunarta Widya Karima Wiji Thukul Wing Kardjo Y. Thendra BP Yopi Setia Umbara Yusuf Susilo Hartono Yuswan Taufiq Zeffry J Alkatiri Zehan Zareez Zen Hae