Rabu, 27 Mei 2009

Sajak-Sajak Mujtahidin Billah

http://www.facebook.com/group.php?gid=91739295309
CINTA DAN KEINGINAN

Jika cinta itu bukan garis dari wilayah terlarang maka izinkanlah aku untuk menempuhnya meski sendiri terlalu muda usiaku tuk berbicara tentang cinta.

Tapai mengapa aku berani ?

Karana setiap manusia pasti merasakan mencintai dan di cintai oleh siapapun orangnya baik seorang gusti ataupun sahaya, manusia mempunyai jawaban tersendiri tentang cinta dan itupun tergantung pada ketulusan rasa fikiran dan imajinasi kita menangkapnya walau hanya sepotong kata menjawabnya biarlah waktu nati yang akan menjawab karna waktu lebih jujur dari pada kita,sampai sekarang cinta masih menjadi sebuah legenda dan tanda tanya bagi kita. Setiap kata dapat merasakan kehaduranya walau lidah kita keluh gagu tetapi kita tetap ingin merasakanya,sebuah perasaan memang tidak bisa di kengkang dan selamanya tempahan itu akan mendapatkan wadah kadang terhalang oleh tirai setatus dan kadangkala kita akan pemahaman tentang cinta,hinga gejolak itu hanya bersutar membentur dan mencabik kita dalam kesedihan panjang dan sunguh menyedihkan.Pada saat seperti itu kita seakan di hadapkan pada jurang serba ketidak mungkinan,akankah kita melangkah jika yata di depan kita jurang kasta?

Ataukah hanya terdiam sedangkan kita berhak merasakan cinta dan di cinta,lalu apa yang kita dapat perbuat di hadapan rasa dan keinginan merasai dihadapan cinta dan permasalahan,dihadapan cinta dan setatus perlu segudang pengalaman dan waktu yang panjang untuk menjawabnya.

Aku tidak bisa aku hanya mampu berkata dengan ocehanku kelak, “ hidup sejati adalah hidup yang merempet bahaya ”.Jika kita sudah memiliki keteguhan dan merasakan sedikit keteguhan itu dapat melayari cinta,maka jurang kasta tidaklah berarti karna kesadaran bahwa tidak selamanya cinta harus memiliki tubuh.Tetapi jika kia belum mempunyai kekuatan menormakan maka lebih baik kita sendiri biarkan kesendirian itu menjadi teman sekaligus kekasih kita tapa tambatan segala hal walau harus sedikit tersiksa,dan jika terus memaksa maka yang ter jadi hanyalah frustasi dan kesedihan panjang.

Cinta sendiri bukanlah permainan asalan.



Embun

Jika kau hadir padaNya
demi semata-mata menghadapkan permohonanmu
maka kau sebenarnya terhijab dariNya
kau tak bisa melihatNya
walau panahan matamu
setajam matahari
menyirnakan embun tajalli

pandanglah hanya pada WajahNya
itulah solatmu yang hakiki
pertemuan tanpa tirai

di dalam relung Masjidil Haram
ada yang solat di depan Ka’abah
ada yang solat di dalam Ka’abah
ada yang solat langsung tak nampak Ka’abah

kekasih membawa sejadahnya ke mana-mana
berjalan di lorong hati yang senyap
akan menuntun kau ke mihrabNya
sedang kau berdiri dengan alas sejadah
siapa yang menyembah
dan siapa pula yang disembah

ketika mata kewujudanmu tertutup
mata hatimu pun terbuka
dan kau bisa melihat Dia
sepertimana Dia akan memperlihatkan DiriNya
kepada penghuni syurga
jadilah penghuni rumahNya
dan tinggalkan bayang-bayang makhluk
di padang keakuan diri

tatkala Dia mengangkat selubungNya
maka semua hari yang mutlak
adalah makrifat
tugas kita adalah membuka pintu diri ini
kerana kerajaanNya ada di dalam

kata sang semut kepada Sulaiman,
“kami ini makhluk kecil
nyaris tak terlihat dunia
justeru bagaimana cinta agungNya
bisa berada di dalam kewujudan kami?”

Ya Rabbi

sepatutnya dalam berdoa
aku yang harus menuruti segala keinginanMu
bukan Kau pula yang harus memenuhi
segala keinginanku
di padang keraguan
jubah-jubah berhimpun keluh-kesah
waktu telah tiba
namun Kau belum jua menepati permohonan
mata hati menjadi cair dan kabur
suara-suara bertanya
“mengapa Kau masih diam menangguh
hingga membuat kami begitu gusar
mungkinkah kerana amalan kami tidak mencukupi
atau kami abai menyempurnakan kewajiban”

makrifat itu kurnia teragungMu
di saat Kau membuka pintu semesta
tak siapa menyedari
Kau mahu memperkenalkan diriMu
sedangkan segala persembahan amalan
hanya berupa hadiah
dibalas dengan hadiah

benih cinta
yang tidak disemadikan
ke dalam tanah
tidak akan tumbuh
sebagai pohon yang sempurna

langit hitam itulah hati
ia hanya terang
jika Tuhan ternampak di dalamnya
andai kau masih tidak melihat Dia
di bentangan luas kosmos ini
kau juga tidak akan melihat Dia
di negeri akhirat kekal abadi
kau memerlukan misykat pelita terang-benderang
demi melihat Dia pada dirimu
tiada apa pun yang menghijab Dia
yang lain dari Dia adalah Dia juga
laksana kaca gilang-gemilang
tanpa tersentuh api
tidak di timur tidak di barat
kaca itulah cahaya, cahaya itulah kaca
bias keindahanNya
tampak jelas pada segala sesuatu

sebenarnya Tuhan tidak ghaib
maka untuk menujuNya
perlukah sampai mencari dalil
sebenarnya Tuhan juga tidak jauh
dari permaidani kosmos ini
maka untuk menyatukan diri kepadaNya
perlukah tabir yang memisahkan

mata hatimu sendiri menyaksikan
hakikatmu tiada
usah kau menunggang keldai
dari alam ke alam yang lain
kau harus berhijrah serta tinggalkan segera
semua alam ciptaanNya
dan renungkanlah
di manakah kini Dia menempatkanmu

pada kasih-sayangMu aku bermohon
jangan Kau usir diriku
ketika kuhadir di depan pintuMu
jangan Kau jauhkan diriku
ketika kuhampir pada batasMu
nafsu telah mendorongku tampil kepadaMu
setelah menjeratku sebagai orang tawanan

Kaulah penyelamatku
di medan tempur percintaan
kini bagaimana aku bisa bermunajat kepadaMu
sehabis sahaja pertempuran
seluruh padang kosmos ini lenyap
di dalam singgahsanaMu

kudahagakan minuman
dari gelas cintaMu yang jernih
bagaimana harus kuungkapkan
Kau sebenarnya ada
di sebalik hati yang berselaput debu-debu bumi
Kau sentiasa berjalan di padang sahara jiwaku
membawa rohku bersamaMu
demi asyik akan cinta terhadapMu
aku tersingkir dari tasbih orang-orang awam
puisi menjadikan hubungan lebih mesra dan akrab
dari ucap zikir di bibir

semua hasrat di hati telah sirna
sebaik saja melihat Kau datang
membawa harapan-harapan sejati
tanpa rasa cinta anugerahMu
tak kan kutahu siapa diriku
aku yakin benar
telah menyaksikanMu dalam jiwaku
namun yang melihatMu dari sisi luar
menjangkakan bumi ini bukan tempat kunjunganMu
Kau tetap berada selamanya
di atas singgahsana langitMu
malam sehabis munajat
mereka pulang lalu menutup pintu-pintu rumahMu
mereka padamkan semua lampu
mereka mengosongkan mihrabMu sehingga fajar
sementara hati orang-orang yang tak pernah tidur
sepanjang malamnya
dapat melihatMu dengan jelas dan nyata
mereka memohon keampunan dariMu
sebelum datang kematian yang dijanjikan



GENDERANG

Tangan seni itu hanya tahu menabuh, derum deram derum deram
betapa kulit itulah kubu yang selama mempertahankan hakikat,
demi suara membentak dalam kurungan, demi cinta telah pun
tumbuh bersayap, menerjang terbang dari pintu buana.

genderang itu hanya kulit, rahsianya terletak nun di tengah-tengah,
pada hakikatnya alam tak berbunyi, tak berhuruf, tak bersuara
– hampa, kosong.

dengarkan paluan atma, sebelum tersentuh Alif
ada langit berlubang
“di manakah Aku?”
ketika alam belum benar-benar terjadi.



MENCARI KESETIAAN

Kali ini kita diuji
mukul seluruh rasa
berseliweran segala cita
tapi kita selalu saja bertanya:
inikah cinta? atau dusta?

sekali ini aku pertanyakan kembali:
apakah itu cinta? apakah itu setia?
sebab aku tak habis pikir
perasaan selalu saja melantur
dan kita tak pernah mampu mengukur
seberapa pantas kita berikan
cinta dan sebuah kesetiaan

kemudian kita kembali terjerumus
dalam lubanglubang pikiran kita
dihempas-lepaskan kepada beban
entah kita bisa menyempurnakan
perjalanan atau semua bagai kesiasiaan

satu-satunya jawaban
bagi hati yang bertepikan angan:
“cinta tak melulu berbilang harap”



ADAKAH YANG LEBIH INDAH DARI CINTA?

adakah yang lebih indah dari cinta?
perempuan merindukan setia
siang malam mewujud bayang
menarik jiwa seperti magnit

-jauh tidak berjarak
dekat tidak berantara-

bermuka-muka dalam kedekatannya
membiarkan senja menepi di pinggir bumi
adakah yang lebih indah dari cinta?

ruang dan waktu baginya
hanyalah batas dimensi yang dicipta
dalam ilmu fisika dan matematika



SYAHADAT CINTA

saksi atasku namamu
saksi atasmu namaku

aku kau dalam satu wujud
tidak kenal lelaki atau perempuan
karena jiwa tak punya kemaluan
punya sayap seperti malaikat
bisa terbang ke langit tertinggi
mencapai keesaan cinta

atas namaku namamu
esa dalam seribu

Jakarta, 12 September 2008.

Tidak ada komentar:

Label

Sajak-Sajak Pertiwi Nurel Javissyarqi Fikri. MS Imamuddin SA Mardi Luhung Denny Mizhar Isbedy Stiawan ZS Raudal Tanjung Banua Sunlie Thomas Alexander Beni Setia Budhi Setyawan Dahta Gautama Dimas Arika Mihardja Dody Kristianto Esha Tegar Putra Heri Latief Imron Tohari Indrian Koto Inggit Putria Marga M. Aan Mansyur Oky Sanjaya W.S. Rendra Zawawi Se Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Agit Yogi Subandi Ahmad David Kholilurrahman Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Akhmad Muhaimin Azzet Alex R. Nainggolan Alfiyan Harfi Amien Wangsitalaja Anis Ceha Anton Kurniawan Benny Arnas Binhad Nurrohmat Dina Oktaviani Endang Supriadi Fajar Alayubi Fitri Yani Gampang Prawoto Heri Listianto Hudan Nur Indra Tjahyadi Javed Paul Syatha Jibna Sudiryo Jimmy Maruli Alfian Joko Pinurbo Kurniawan Yunianto Liza Wahyuninto Mashuri Matroni el-Moezany Mega Vristian Mujtahidin Billah Mutia Sukma Restoe Prawironegoro Ibrahim Rukmi Wisnu Wardani S Yoga Salman Rusydie Anwar Sapardi Djoko Damono Saut Situmorang Sihar Ramses Simatupang Sri Wintala Achmad Suryanto Sastroatmodjo Syaifuddin Gani Syifa Aulia TS Pinang Taufiq Wr. Hidayat Tengsoe Tjahjono Tjahjono Widijanto Usman Arrumy W Haryanto Y. Wibowo A. Mustofa Bisri A. Muttaqin Abdul Wachid B.S. Abi N. Bayan Abidah el Khalieqy Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Nurullah Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Alunk Estohank Alya Salaisha-Sinta Amir Hamzah Arif Junianto Ariffin Noor Hasby Arina Habaidillah Arsyad Indradi Arther Panther Olii Asa Jatmiko Asrina Novianti Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Baban Banita Badruddin Emce Bakdi Sumanto Bambang Kempling Beno Siang Pamungkas Bernando J. Sujibto Budi Palopo Chavchay Syaifullah D. Zawawi Imron Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Dian Hardiana Dian Hartati Djoko Saryono Doel CP Allisah Dwi S. Wibowo Edi Purwanto Eimond Esya Emha Ainun Nadjib Enung Nur Laila Evi Idawati F Aziz Manna F. Moses Fahmi Faqih Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fatah Yasin Noor Firman Nugraha Firman Venayaksa Firman Wally Fitra Yanti Fitrah Anugrah Galih M. Rosyadi Gde Artawan Goenawan Mohamad Gus tf Sakai Hamdy Salad Hang Kafrawi Haris del Hakim Hasan Aspahani Hasnan Bachtiar Herasani Heri Kurniawan Heri Maja Kelana Herry Lamongan Husnul Khuluqi Idrus F Shihab Ira Puspitaningsih Irwan Syahputra Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jafar Fakhrurozi Johan Khoirul Zaman Juan Kromen Jun Noenggara Kafiyatun Hasya Kazzaini Ks Kedung Darma Romansha Kika Syafii Kirana Kejora Krisandi Dewi Kurniawan Junaedhie Laela Awalia Lailatul Kiptiyah Leon Agusta Leonowens SP M. Harya Ramdhoni M. Raudah Jambakm Mahmud Jauhari Ali Maman S Mahayana Marhalim Zaini Misbahus Surur Mochtar Pabottingi Mugya Syahreza Santosa Muhajir Arifin Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Yasir Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Nirwan Dewanto Nunung S. Sutrisno Nur Wahida Idris Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Oka Rusmini Pandapotan M.T. Siallagan Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Petrus Nandi Pranita Dewi Pringadi AS Pringgo HR Putri Sarinande Putu Fajar Arcana Raedu Basha Remmy Novaris D.M. Rey Baliate Ria Octaviansari Ridwan Rachid Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Robin Dos Santos Soares Rozi Kembara Sahaya Santayana Saiful Bakri Samsudin Adlawi Satmoko Budi Santoso Sindu Putra Sitok Srengenge Skylashtar Maryam Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sunaryono Basuki Ks Sungging Raga Susi Susanti Sutan Iwan Soekri Munaf Suyadi San Syukur A. Mirhan Tan Lioe Ie Tarpin A. Nasri Taufik Hidayat Taufik Ikram Jamil Teguh Ranusastra Asmara Thoib Soebhanto Tia Setiadi Timur Sinar Suprabana Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Toni Lesmana Tosa Poetra Triyanto Triwikromo Udo Z. Karzi Ulfatin Ch Umar Fauzi Ballah Wahyu Heriyadi Wahyu Prasetya Wayan Sunarta Widya Karima Wiji Thukul Wing Kardjo Y. Thendra BP Yopi Setia Umbara Yusuf Susilo Hartono Yuswan Taufiq Zeffry J Alkatiri Zehan Zareez Zen Hae