Jumat, 30 Januari 2009

Sajak-Sajak Raudal Tanjung Banua

http://www.suarakarya-online.com/
Bahasa Mercusuar yang Dikuburkan
: bagi indra tjahyadi, "si ekspedisi waktu"

Berabad-abad, waktu (bukan terumbu), terus tumbuh
Mekar, tak tersentuh tangan penyelam
di kedalaman
Bukan. Waktu, berabad-abad waktu, bahkan
bukan bangkai kapal kayu, hantu laut dan hening hiu
di kediaman dasar yang jauh

Detak dan laju watak dari waktu.
Mengalirkan kapal-kapal ke daratan baru
Pun kapal selam masuk ke kedalaman
berbekal zat asam
-dan merasa begitu sempurna penemuan!

Tapi adakah yang lebih berdenyut
dari arus, lebih kencang dari hanyut?

Adalah kami yang terus menggali
Reruntuhan mercu suar yang dikuburkan
Adalah kami yang membahasakan kembali
Isyarat dan kilau pilu cahaya pulau
yang dimusnahkan
Sampan kami dari kiambang. Zona kami
zona terlarang. Tak tersentuh logam dan mulut kapal
Kami tak butuh pelampung dan zat asam, bahkan
pada cuaca kami tak lagi bersandar derita

Kami hanya menabur garam, dilimbur pasang
bagi ular jahanam
di pokok menara yang kami nyalakan
dengan cinta. Dan berdenyut waktu
abad-abad bisu di pantaimu

Bangunlah! Kelip mercu suar yang dikuburkan
diam-diam merangkai kata, bahasa pasir bahasa lokan
Menawarkan gagasan baru kepadamu,
bukan impian baru di mana kau jauh dari waktu
Percayalah, percayalah, manisku

/1999-2004



Bahasa di Pantai Masih yang Dulu
untuk bpk. max arifin

Pemandangan di pantai tidak mengubah
rangkaian bahasa dan keyakinan kita
walau samanera, panji-panji serta bendera
telah berganti warna. Berkibaran
setinggi pucuk daun kelapa
di pelabuhan, di rumah-rumah kelabu
gudang tua serta menara
semua bicara dalam bahasa lama:
urusan dagang, popor senapang, poster-poster
setengah telanjang. Juga

gema panjang lorong tambang. Aroma rempah-rempah
dan lambung kapal para maskapai. Sampai-

pendaratan demi pendaratan
menggerus pantai dan pulau karang yang kita jaga
dengan keyakinan nganga luka punggung terbuka

Maka berbicaralah engkau, niscaya setiap suku-kata
terbakar di udara. Terasa sengau dan baja

Tapi di sebuah menara api terdekat
yang mengobarkan kepergian
dan pendaratan kapal-kapal
kita bertahan: membangun kerajaan sendiri
dari sunyi dan puisi.

/Yogya, 2003



Bulan untuk Ibu

Ibu, di tubuhmu yang tabu untuk kusentuh
Kulabuhkan ingatan keparat dan menyesakkan
demi sebait puisi yang menjadikan engkau bulan.

Akan bangkit gairah yang runtuh
Meski ajal dan kepulangan terlanjur sudah dijanjikan.

Tungku-tungku telah dinyalakan
Kutu-kutu telah ditindas
dari rambut. Sagu-sagu telah ditebang
dari lahan gambut. Susu-susu sudah diperas
dari setiap daging yang tumbuh
Padi-padi telah ditumbuk
dari lumbung dan lesung

Lalu, apalagikah yang belum genap
dari tubuhmu, Ibu?

Di tubuhmu bersarang seluruh:
rangrang dan burung-burung
luruh sayap. Pisau tak bersarung
Alu yang berderap. Pun sepatu dan debu
Bumbu-bumbu dan warung kopi
penuh cakap
tapi tidak tentang kepulangan! Biarlah, Ibu,
kepulangan menjadi milikku seorang;
milik ajal dan gairah tak tertahankan

Agar bangkit segala yang runtuh;
hingga tubuhmu tak lagi tabu aku sentuh
dengan tangan panjang kenanganku;

Begitulah ibu, tubuhmu menjelma jadi sepotong labu
dalam arus pikiranku
hijau, telanjang, berlumut, terapung hanyut
ke laut pengembaraan

Maka di ujung puisi ini, sebelum turun hujan
Kujadikan engkau bulan.

/yogyakarta, agustus 2001



Pantun Beruntun Penuntun Pulang

Pandan tumbuh
duri pun tumbuh
tumbuh di pematang
di tepi ladang
menyiang separuh
hari 'lah petang
petang menyerah
ke kelabunya

Badan rusuh
hati pun rusuh
rusuh dirintang
bernyanyi dendang
dendang menyuruh
'rang dagang pulang
pulang berserah
ke ibunya.

/yogya, 2001



Romansa

Ladangku di sebalik bukit
dan putih kabut
Tempat urat-urat ungu merambat hening
Di ubun dan kening ibuku
Mulut lumut dingin terkatub
Neteskan embun, mengecupnya.

Kecup aku, o, sari embun
Lumut, licinkan keping batu di bibirku,
dan luncurkanJadikan kataku labu,
terapung di jauhan
Jatuh dari sebalik bukit kelabu.

Selamat tinggal lubang tugal,
Selamat tinggal hantu manis kebinasaan
Biji yang berkecambah di tepi rimba
Busuk disiram hujan asam.

Berapa jarak pondok ladang
tempat aku memandang
lengkung-lebam punggung ibu?
Mungkin hanya sejulang asap,
pisang panggang dan jerit enggang
Tapi akar liar yang membelit kakiku
sudah lama tak membuka pintu pulang
Para kelana dan petualang.

Bunda, pulangkan aku, ke ladang gandum
Angin, kuakkan akar hitam di kakiku liar
telanjangkan jalan coklat berlumpur
dan matangkan buah cinta
peraman kolong pondok ladang
manislah, sayang, labu-labu anggur penantian.

1998/2005



Kupilih Kisah di Antara Keluh-Kesah

Sebuah kampung begitu setia
menampung kisah dan keluh-kesah
seperti talempa ditimpa air sirih
kunyahan seorang nenek tua
Atau seperti meja lepau
tabah menerima tumpahan kopi
dari mereka yang berjaga sampai pagi.

Nenek itu duduk menganyam tikar pandan
sambil merangkai kisah 1001 malam
miliknya sendiri. Dan selembar tikar
telah menundanya dari kekalahan bilik bosan.

Sementara para lelaki yang berjaga
terus bicara 1001 perkara
yang bukan miliknya lagi. Debat dan seteru
memberi mereka rasa jantan
penawar jemu dan kelu malam.

Dan pada hari kesekian,
tikar nenek itu selesai sudah
mungkin dengan sisa cerita yang belum genap
tersampaikan, dengan ranji atau silsilah
yang belum selesai tersebutkan.
Tapi selesailah segalanya, meski mulut masih merah
memberi kesan perih akhir kisah!

Tinggal aku sendiri, cucu paling setia
memungut sisa duri dari merah kata-kata
kini mesti memilih: kisah yang perih
atau keluh-kesah ringan berbagi?

Kupilih kisah daripada keluh-kesah!
Meski sepi, tak tertebak alur dan akhirnya:
Segetir gambir, segalir pinang dibelah dua
Begitulah mesti kukunyah pahit sirih
daun nasibku.
hingga merah pula mulut dan lidah
memamah kisah-kisah!

Dan di antaranya duduk saudaraku
Penuh keluh dan gerutu
tersihir kartu-kartu!

/Rumahlebah Yogyakarta, 2003-2004.

Tidak ada komentar:

Label

Sajak-Sajak Pertiwi Nurel Javissyarqi Fikri. MS Imamuddin SA Mardi Luhung Denny Mizhar Isbedy Stiawan ZS Raudal Tanjung Banua Sunlie Thomas Alexander Beni Setia Budhi Setyawan Dahta Gautama Dimas Arika Mihardja Dody Kristianto Esha Tegar Putra Heri Latief Imron Tohari Indrian Koto Inggit Putria Marga M. Aan Mansyur Oky Sanjaya W.S. Rendra Zawawi Se Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Agit Yogi Subandi Ahmad David Kholilurrahman Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Akhmad Muhaimin Azzet Alex R. Nainggolan Alfiyan Harfi Amien Wangsitalaja Anis Ceha Anton Kurniawan Benny Arnas Binhad Nurrohmat Dina Oktaviani Endang Supriadi Fajar Alayubi Fitri Yani Gampang Prawoto Heri Listianto Hudan Nur Indra Tjahyadi Javed Paul Syatha Jibna Sudiryo Jimmy Maruli Alfian Joko Pinurbo Kurniawan Yunianto Liza Wahyuninto Mashuri Matroni el-Moezany Mega Vristian Mujtahidin Billah Mutia Sukma Restoe Prawironegoro Ibrahim Rukmi Wisnu Wardani S Yoga Salman Rusydie Anwar Sapardi Djoko Damono Saut Situmorang Sihar Ramses Simatupang Sri Wintala Achmad Suryanto Sastroatmodjo Syaifuddin Gani Syifa Aulia TS Pinang Taufiq Wr. Hidayat Tengsoe Tjahjono Tjahjono Widijanto Usman Arrumy W Haryanto Y. Wibowo A. Mustofa Bisri A. Muttaqin Abdul Wachid B.S. Abi N. Bayan Abidah el Khalieqy Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Nurullah Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Alunk Estohank Alya Salaisha-Sinta Amir Hamzah Arif Junianto Ariffin Noor Hasby Arina Habaidillah Arsyad Indradi Arther Panther Olii Asa Jatmiko Asrina Novianti Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Baban Banita Badruddin Emce Bakdi Sumanto Bambang Kempling Beno Siang Pamungkas Bernando J. Sujibto Budi Palopo Chavchay Syaifullah D. Zawawi Imron Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Dian Hardiana Dian Hartati Djoko Saryono Doel CP Allisah Dwi S. Wibowo Edi Purwanto Eimond Esya Emha Ainun Nadjib Enung Nur Laila Evi Idawati F Aziz Manna F. Moses Fahmi Faqih Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fatah Yasin Noor Firman Nugraha Firman Venayaksa Firman Wally Fitra Yanti Fitrah Anugrah Galih M. Rosyadi Gde Artawan Goenawan Mohamad Gus tf Sakai Hamdy Salad Hang Kafrawi Haris del Hakim Hasan Aspahani Hasnan Bachtiar Herasani Heri Kurniawan Heri Maja Kelana Herry Lamongan Husnul Khuluqi Idrus F Shihab Ira Puspitaningsih Irwan Syahputra Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jafar Fakhrurozi Johan Khoirul Zaman Juan Kromen Jun Noenggara Kafiyatun Hasya Kazzaini Ks Kedung Darma Romansha Kika Syafii Kirana Kejora Krisandi Dewi Kurniawan Junaedhie Laela Awalia Lailatul Kiptiyah Leon Agusta Leonowens SP M. Harya Ramdhoni M. Raudah Jambakm Mahmud Jauhari Ali Maman S Mahayana Marhalim Zaini Misbahus Surur Mochtar Pabottingi Mugya Syahreza Santosa Muhajir Arifin Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Yasir Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Nirwan Dewanto Nunung S. Sutrisno Nur Wahida Idris Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Oka Rusmini Pandapotan M.T. Siallagan Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Petrus Nandi Pranita Dewi Pringadi AS Pringgo HR Putri Sarinande Putu Fajar Arcana Raedu Basha Remmy Novaris D.M. Rey Baliate Ria Octaviansari Ridwan Rachid Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Robin Dos Santos Soares Rozi Kembara Sahaya Santayana Saiful Bakri Samsudin Adlawi Satmoko Budi Santoso Sindu Putra Sitok Srengenge Skylashtar Maryam Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sunaryono Basuki Ks Sungging Raga Susi Susanti Sutan Iwan Soekri Munaf Suyadi San Syukur A. Mirhan Tan Lioe Ie Tarpin A. Nasri Taufik Hidayat Taufik Ikram Jamil Teguh Ranusastra Asmara Thoib Soebhanto Tia Setiadi Timur Sinar Suprabana Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Toni Lesmana Tosa Poetra Triyanto Triwikromo Udo Z. Karzi Ulfatin Ch Umar Fauzi Ballah Wahyu Heriyadi Wahyu Prasetya Wayan Sunarta Widya Karima Wiji Thukul Wing Kardjo Y. Thendra BP Yopi Setia Umbara Yusuf Susilo Hartono Yuswan Taufiq Zeffry J Alkatiri Zehan Zareez Zen Hae