Senin, 28 Januari 2013

Sajak-Sajak Maman S Mahayana

riaupos.co, 20 Jan 2013
Panmunjeom *

Di sini awalnya, di sebuah desa di Panmunjeom
perdu-perdu dan medan kosong
ilalang liar, tanah lapang dan hamparan rumput gajah
pembatas wilayah zona demarkasi

Tahun lima puluh
setelah tentara Cina menyerbu
lalu pulang tanpa senjata
Amerika datang
seolah-olah meleraikan
dan pergi menyisakan gereja-gereja
tiba-tiba: kesepakatan itu pecah sepihak
seketika: Seoul penuh asap dan mayat-mayat
menjadi kota mati dalam sekejap
Kim, Park, Ahn, Yang, Roh, terbelah-terpecah
sengketa dengan teriakan senjata
darah dan kepedihan
hanya si bongkok dan anjing kurusnya
lalu datang perempuan Ahyandong dengan wangi mawar
dan tanpa cinta, persetubuhan bersemi di rumah tak berpenghuni
di kamar dengan tungku penghangat
ranjang yang berantakan
makanan penuh di lemari

Si Bongkok dan perempuan Ahyandong
kembali ke Panmunjeom
barak-barak tentara
sebagian Amerika
sebagian lagi wajib militer anak-anak muda
dua tahun lamanya
lewat museum perundingan dua Korea
di depan gedung utara yang penuh senjata
dua wisatawan melambaikan tangan
selebihnya tegang dan mengancam

Kami berdiri di selatan
memandang dendam masa silam
mengakar di kepala prajurit-prajurit dua negara
di Panmunjeom
yang membelah dua Korea
yang menyimpan panas magma perang

Panmunjeom, 11 November 2011


Di Museum Perundingan

Sebuah gubuk sebuah kamar
dipelihara jadi museum
seperti adanya
bersih sederhana
nyaman menegangkan
di sini monument dipancangkan
pada dua kursi berhadapan
menghadap meja kayu yang terbelah
selatan dan utara
di meja itu:
ideologi dipertahankan
perjanjian ditanamkan

Sebuah gubuk sebuah kamar
di Panmunjeom
jadi museum perundingan
dua kursi berhadapan
di tengah meja yang terbelah
di belakangnya: mayat-mayat dan moncong senjata
seperti granat waktu
setiap saat siap pecah
menjelma perang nuklir

Panmunjeom, 11 November 2011


Pagi Ini Minus Dua Belas

Lampu-lampu jalanan sudah dipadamkan
jam tujuh pagi
belum juga dating rembang matahari
segalanya masih gulita
meski suara desau mesin dan decit ban mobil
tak juga henti
merayap dari jalan layang
menyusuri hutan kecil kumpulan pinus
di bawah teras belakang

Gedung-gedung apartemen
membentuk siluet-siluet pegunungan
redup dan suram
seperti pilar-pilar raksasa
yang bertumbuhan di lapangan terbuka

Ada sirene branwir dan raung ambulans
memecah keheningan
klakson sekali-sekali

Jam delapan rembang mulai datang
perlahan dan nyalang
gas pemanas di bawah lantai
menggerakkan kehangatan
kopi masih mengepul
ketela kecil-kecil
diiris tipis-tipis
bergemerongseng di penggorengan

Setelah lewat jam setengah sembilan
matahari lebih tenang dan percaya diri
menerabas kaca jendela
melelehkan embun sisa
menciptakan lika-liku alur salju tak keruan

Matahari tumpah sempurna di tempat tidur
membuka selimut
mencabut colokan pemanas kasur
melepas rangkap tiga kaos kaki dan stoking berbulu
menggantungkan switer

Aku tahu
di luar sana masih minus dua belas derajat.

Hwarangdae, 19 Desember 2012


Di Dermaga Sungai Siak

Sungai Siak dan sejarah puak
Air yang kelu
Tonggak kayu membisu
Keciprat-keciprat yang menciptakan abrasi
Embun melayang di kejauhan
Menghadang kapal yang datang
Tongkang yang geram
Gelondong kekayuan
Gelombang mengapungkan sampan nelayan
Oleng dan ringkih

Aku takjub
Memandangi kegelisahan alam
Teriakan kelasi: Bengkalis, Bengkalis!
Pedagang rambutan dan buah-buahan
Calo dan penjual koran
Datang kepagian

Perempuan sepi
Memotreti kehidupan pagi
Hasratku wujud dalam kehati-hatian
Kita berkata-kata dalam bahasa biasa

Di dermaga sungai Siak
Aku berteriak
Engkau mengajari ketenangan gelombang
Jalan panjang ke lautan
Tak ada rintangan, seperti katamu:
“Ketika kata mengenang gerak,
huruf merangkai gejolak.”
Kumandangkan jiwa yang bersebadan
dalam pertemuan yang entah kapan

“Sekali layar terkembang
pantang surut ke belakang!”

Sungai Siak, 30 November 2005


Sebuah Berita

Seorang lelaki lewat paruh baya
membuncah hasrat menatap gadis abg sebelas tahun
belum ranum, payudara selapis buah mangga
terbungkus seragam sekolah

Seorang lelaki lewat paruh baya
menyimpan amarah di bawah selangkangan
dan malam itu
bulan tiba-tiba tenggelam
pecah di taman kota
dekat meja batu
di antara botol-botol soju
dan malam itu
angin berhenti
tak ada tegur sapa lagi
segalanya mati
tak ada tuhan
malaikat terpejam
kecuali:
napas yang berderak
napas yang tersendat
erang yang tak terdengar
segala bungkam
detak jam mendadak diam
dan darah luka yang menganga
kelam malam tenggelam dalam gelap

Berita hari ini: pecah menyebar ke seantero kota
masuk ke ruang-ruang kuliah
menempel di sekolah-sekolah
menyelinap dalam ingatan
para orang tua terpana tak terkira
sebuah berita tentang anak gadis yang diperkosa

Sudah sepekan: berita melayang-layang
tiba-tiba
pengadilan memutuskan:
seorang lelaki lewat paruh baya
disusupi chip tanda bahaya
dikebiri-diamputasi
diawasi sepanjang hidup
dilarang menginjak taman, sekolah, dan tempat bermain
dalam radius seratus meter
putus hubungan sanak keluarga
tinggal satu miliknya: napas!

Lelaki lewat paruh baya
memperkosa hidup
mungkin sesaat nikmat
mati sepanjang hayat
tiba-tiba
napasku tersendak, jika ingat Jakarta!

Seoul, 10 Oktober 2012

Catatan:
* Panmunjeom adalah salah satu tempat yang terletak di sebuah kawasan yang berbatasan langsung dengan Korea Utara. Di kota ini pula kesepakatan gencatan senjata ditandatangani. Tempat penandatanganan itu, kini dijadikan museum. Sebagai tanda bahwa Korea Selatan dan Korea Utara tidak mau bersatu, meja tempat perundingan itu, dibelah menjadi dua bagian.

*) Maman S Mahayana Lahir di Cirebon, 18 Agustus 1957. Dosen Universitas Indonesia ini lebih dikenal sebagai kritikus sastra. Akar Melayu: Ideologi dalam Sastra, adalah salah satu dari sekian banyak bukunya. Menerima Anugerah Sagang 2006 dan Anugerah Sastera Majelis Sastera Asia Tenggara 2007. Sejak 2009, tinggal di Seoul, mengajar di Hankuk University of Foreign Studies, Seoul.
Dijumput dari: http://www.riaupos.co/spesial.php?act=full&id=961&kat=3#.UQX1tPJ2Na8

Tidak ada komentar:

Label

Sajak-Sajak Pertiwi Nurel Javissyarqi Fikri. MS Imamuddin SA Mardi Luhung Denny Mizhar Isbedy Stiawan ZS Raudal Tanjung Banua Sunlie Thomas Alexander Beni Setia Budhi Setyawan Dahta Gautama Dimas Arika Mihardja Dody Kristianto Esha Tegar Putra Heri Latief Imron Tohari Indrian Koto Inggit Putria Marga M. Aan Mansyur Oky Sanjaya W.S. Rendra Zawawi Se Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Agit Yogi Subandi Ahmad David Kholilurrahman Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Akhmad Muhaimin Azzet Alex R. Nainggolan Alfiyan Harfi Amien Wangsitalaja Anis Ceha Anton Kurniawan Benny Arnas Binhad Nurrohmat Dina Oktaviani Endang Supriadi Fajar Alayubi Fitri Yani Gampang Prawoto Heri Listianto Hudan Nur Indra Tjahyadi Javed Paul Syatha Jibna Sudiryo Jimmy Maruli Alfian Joko Pinurbo Kurniawan Yunianto Liza Wahyuninto Mashuri Matroni el-Moezany Mega Vristian Mujtahidin Billah Mutia Sukma Restoe Prawironegoro Ibrahim Rukmi Wisnu Wardani S Yoga Salman Rusydie Anwar Sapardi Djoko Damono Saut Situmorang Sihar Ramses Simatupang Sri Wintala Achmad Suryanto Sastroatmodjo Syaifuddin Gani Syifa Aulia TS Pinang Taufiq Wr. Hidayat Tengsoe Tjahjono Tjahjono Widijanto Usman Arrumy W Haryanto Y. Wibowo A. Mustofa Bisri A. Muttaqin Abdul Wachid B.S. Abi N. Bayan Abidah el Khalieqy Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Nurullah Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Alunk Estohank Alya Salaisha-Sinta Amir Hamzah Arif Junianto Ariffin Noor Hasby Arina Habaidillah Arsyad Indradi Arther Panther Olii Asa Jatmiko Asrina Novianti Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Baban Banita Badruddin Emce Bakdi Sumanto Bambang Kempling Beno Siang Pamungkas Bernando J. Sujibto Budi Palopo Chavchay Syaifullah D. Zawawi Imron Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Dian Hardiana Dian Hartati Djoko Saryono Doel CP Allisah Dwi S. Wibowo Edi Purwanto Eimond Esya Emha Ainun Nadjib Enung Nur Laila Evi Idawati F Aziz Manna F. Moses Fahmi Faqih Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fatah Yasin Noor Firman Nugraha Firman Venayaksa Firman Wally Fitra Yanti Fitrah Anugrah Galih M. Rosyadi Gde Artawan Goenawan Mohamad Gus tf Sakai Hamdy Salad Hang Kafrawi Haris del Hakim Hasan Aspahani Hasnan Bachtiar Herasani Heri Kurniawan Heri Maja Kelana Herry Lamongan Husnul Khuluqi Idrus F Shihab Ira Puspitaningsih Irwan Syahputra Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jafar Fakhrurozi Johan Khoirul Zaman Juan Kromen Jun Noenggara Kafiyatun Hasya Kazzaini Ks Kedung Darma Romansha Kika Syafii Kirana Kejora Krisandi Dewi Kurniawan Junaedhie Laela Awalia Lailatul Kiptiyah Leon Agusta Leonowens SP M. Harya Ramdhoni M. Raudah Jambakm Mahmud Jauhari Ali Maman S Mahayana Marhalim Zaini Misbahus Surur Mochtar Pabottingi Mugya Syahreza Santosa Muhajir Arifin Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Yasir Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Nirwan Dewanto Nunung S. Sutrisno Nur Wahida Idris Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Oka Rusmini Pandapotan M.T. Siallagan Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Petrus Nandi Pranita Dewi Pringadi AS Pringgo HR Putri Sarinande Putu Fajar Arcana Raedu Basha Remmy Novaris D.M. Rey Baliate Ria Octaviansari Ridwan Rachid Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Robin Dos Santos Soares Rozi Kembara Sahaya Santayana Saiful Bakri Samsudin Adlawi Satmoko Budi Santoso Sindu Putra Sitok Srengenge Skylashtar Maryam Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sunaryono Basuki Ks Sungging Raga Susi Susanti Sutan Iwan Soekri Munaf Suyadi San Syukur A. Mirhan Tan Lioe Ie Tarpin A. Nasri Taufik Hidayat Taufik Ikram Jamil Teguh Ranusastra Asmara Thoib Soebhanto Tia Setiadi Timur Sinar Suprabana Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Toni Lesmana Tosa Poetra Triyanto Triwikromo Udo Z. Karzi Ulfatin Ch Umar Fauzi Ballah Wahyu Heriyadi Wahyu Prasetya Wayan Sunarta Widya Karima Wiji Thukul Wing Kardjo Y. Thendra BP Yopi Setia Umbara Yusuf Susilo Hartono Yuswan Taufiq Zeffry J Alkatiri Zehan Zareez Zen Hae