Sabtu, 29 September 2012

Sajak-Sajak Usman Arrumy


Sastra-indonesia.com
ZIARAH CINTA

Ada suatu ketika aku tak berdaya menemu kata
Adakalanya mungkin saat kautak mampu kuindra
pada sebuah entah yang sesekali menghampir dalam luka
sebab selalu, kau dan aku kian jauh tak terjagkau oleh mata

semoga kau tahu bahwa selama ini diantara kita sebenarnya tak ada rindu
hanya mungkin kadang semata diindahkan oleh rembesan pilu

seluruh yang silam adalah pengalaman getir
sebagai kenangan yang berhulu-hilir kerenung pikir
betapa sementara kita hadir, sekedar mampir bagai musafir
tak ada yang mahir mengukir syair selain kita yang telah terusir

jika satu saat kaulintasi ruang dimana kita pernah temu
kuharap kaumelihat bahwa disitu masih ada jejakku

pada ziarah cinta kali ini
aku bersua dengan hawa harum yang khusus sekali
tentang kau yang jauh melenggang sampai muskil kukenali
sebuah pertemuan singkat yang (haram) untuk disesali

Demak. 24 september 2012



ZIEISME
:Mudrikah Azizah

Saat ini entah pada pagi yang keberapa kesekian kali aku termangu
sejak kali terakhir mataku dapat menjangkau parasmu
masa lalu yang melengkung kian jauh,
kenang tentangmu yang terus rubuh-tumbuh

Aku masih ingat betapa setiap kata yang kaudesahkan membuatku kepayang
bahkan diammu pun menjelma puisi paling terang
dan aku tak cukup punya kata untuk memuja
seperti beraian udara yang ambyar begitu saja

Saban menjelang subuh, selalu ingatanku tersentuh
Oleh pohonan dimana kita sempat berteduh
Pada setiap tikungan yang debunya berserakan
Terhadap cafe wapo dan warung singgahan tempat kita makan

kau pun tahu, Cintaku
sepanjang Pare-Buka’an masih menyembunyikan kisah kita
pada jalan Brawijaya masih menjadi tanda
bahwa cerita yang kita rajut dulu tak mampu kulupa
pada tanah tulungrejo masih menjadi saksi
bahwa kau dan aku pernah saling menyusupkan sepi
tapi biarlah seluruh tentangmu kusemat dalam nadi

dan kepada matahari yang selalu menyaksikan kita
setiap kali melenggang keruang yang tak ber-peta
betapa sinarnya membaca sejarah kita
aku dan kau tak sanggup berdusta
pada kelokan tempat mula kita jumpa
saat awal dimana cinta menyeruak kejantung kita
yang membentang antara damba dan asmara
melepas berlaksa pandang ke utara
seperti lebat dedaun yang tunas dipohon cemara

selalu rinduku menjulur seperti sulur padi
merunduk menjulang setiap pagi
mungkin mengendap sebagai kopi
atau meresap ke lurung urat nadi

Mungkin kesunyian ini isyarat bahwa kenangan belum sepenuhnya tamat
sebagai riwayat yang tak sanggup diurai kalimat
kata yang terguris di halaman batin
seperti cahaya yang memantul dari cermin
adalah namamu yang kusebut tanpa jeda
seperti bersit sinar menyelinap kesela jendela
dan kita tak sempat menjadi puisi
sebab kesunyian ini adalah lesi

seperti angin tenggara
kaumasuk begitu saja
mengusap segala yang senyap
membasuh seluruh peluh-lusuh
meredam agar terdiam padam
abadi dalam sepi:
kau + aku= kita
Cinta

Kita pun sering lupa betapa derita adalah niscaya
Aku tak peduli entah bagaimana akhir dari kisah kita
Bagiku, bersamamu adalah saat-saat terbaik dalam hidupku
Bahkan untuk sekedar menghabiskan waktu bersamamu
Dan meski tanpa melakukan apa-apa
Sudah terasa cukup untuk bahagia

Terhadap kejujuran yang seringkali terpana memandang kenyataan
Kusunyian yang selalu menghadirkan masa silam
Telah menebus rindu bahwa kau dan aku tinggal kenangan
Yang terguris jauh sebelum kita ada
Sungguhkah sekian lama diantara kita ini bisa disebut cinta?
Yang kadang menjadikan kita sama-sama terluka
Maka izinkan aku berbohong bahwa
‘’Diantara kita tak pernah ada asmara’’
semata cuma satu: agar kita tak diperbudak airmata

dengan perasaan perih ini, ingin kugapai kau sampai usia usai
seperti luas laut yang berulangkali menyentuh pasir pantai
atau bagai ricik air yang tergerai diseluruh ngarai

betapa ingin kukunjungi seluruh tanah dimana dulu kita melangkah
lalu akan kusentuhkan jemariku untuk melunaskan resah
atau dimana bisa kujumpai angin yang sempat menjadi nafasmu?
Akan kuhirup sepuasku, kuhela semauku,
sampai tak ada udara yang sanggup menjamahku

Namun pada pagi ini
kauwakilkan dirimu pada seserpih sepi
pada udara, tak ada nafasmu lagi
pada tanah, tak ada jejakmu lagi
pada gelap, tak ada cahayamu lagi
cuma pada kenang kaumuncul kembali
sebab bahkan adakalanya mengingatmu adalah kelahiran puisi

Ya, pare sempat mencatat kita dalam sejarahnya
setiap jengkal laku kita telah direkam oleh tanah, udara, cahaya
sampai temu-pisah kita disimak batu dan kerikil
itulah mengapa melupakanmu adalah hal mustahil

Dan ketika kau dan aku dikutuk untuk berjarak
Akan kukenang kau sampai kelak ketika semesta lantak

Demak. 2012



FOSFORISMA

I
semula hurufhuruf itu berkelabatan sebagai metafor
lalu mencari seorang penyair muncul serupa pantul fosfor
sebab mereka tahu bahwa dirinya perlu menjadi kata
yang mampu beri penghayatan suci kepada Cinta

II
Dan kata mulanya adalah satu titik yang, lalu berbiak
jika mata pena mampu bergerak menuju jarak
mungkin berulangkali akan jadi sajak
atau jadi buku yang selalu tersibak

III
Lalu kepada puisi, mereka mendamba masuk kedalam perenungan
yang di setiap tikungan tersentuh cahaya berkilauan
memberai bagai hujan sewaktu kemarau mengerang panjang
menjangkau seluruh benda jelmakan kering ke basah bagai gelap-terang

IV
Barangkali setiap yang tertera di dalam diri mereka
merindukan sentuhan lembut sang pencipta aksara
setelah sekian lama mereka cuma mukim di rahim batin
menanti seorang penyair menulisnya, hingga meruap bagai cermin

V
Hati adalah tempat terbaik bagi kehadiran diri
dari zaman paling purba mereka khusuk samadi
lantaran cuma ingin di jadikan sebagai puisi
merunduk khusuk serupa punguk atau kuning padi

VI
Dan seluruh kata akan kembali kepada cinta
setelah mengembara dari fana ke baka
sebagian mengendap sesekali lalu ambyar sewaktu kala
menunggu sampai semesta tak berdaya

VII
kadang mereka menghayalkan berbaring dalam kamus
dimana seluruh dirinya ditampung oleh rumus dan humus
agar seorang penyair bebas menafsir secara utuh
merubah yang rubuh dari punah ke penuh

VIII
mungkin mereka mengharap lesap kedalam hening
menjelang keruang kenang, sesantun embun bening
menghasratkan lidah penyair melepas sebuah nama
tentang puisi yang tak usai diurai pada cinta pertama

IX
inilah Sembilan bait puisi yang di tulis penyair kampungan
sebuah perjalanan dari kenangan menuju harapan
sembari nyeduh kopi dan nyesep samsu dengan pipa stigi
hurufhuruf itu di kutuk menjadi puisi

Demak, 30 agustus 2012

Tidak ada komentar:

Label

Sajak-Sajak Pertiwi Nurel Javissyarqi Fikri. MS Imamuddin SA Mardi Luhung Denny Mizhar Isbedy Stiawan ZS Raudal Tanjung Banua Sunlie Thomas Alexander Beni Setia Budhi Setyawan Dahta Gautama Dimas Arika Mihardja Dody Kristianto Esha Tegar Putra Heri Latief Imron Tohari Indrian Koto Inggit Putria Marga M. Aan Mansyur Oky Sanjaya W.S. Rendra Zawawi Se Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Agit Yogi Subandi Ahmad David Kholilurrahman Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Akhmad Muhaimin Azzet Alex R. Nainggolan Alfiyan Harfi Amien Wangsitalaja Anis Ceha Anton Kurniawan Benny Arnas Binhad Nurrohmat Dina Oktaviani Endang Supriadi Fajar Alayubi Fitri Yani Gampang Prawoto Heri Listianto Hudan Nur Indra Tjahyadi Javed Paul Syatha Jibna Sudiryo Jimmy Maruli Alfian Joko Pinurbo Kurniawan Yunianto Liza Wahyuninto Mashuri Matroni el-Moezany Mega Vristian Mujtahidin Billah Mutia Sukma Restoe Prawironegoro Ibrahim Rukmi Wisnu Wardani S Yoga Salman Rusydie Anwar Sapardi Djoko Damono Saut Situmorang Sihar Ramses Simatupang Sri Wintala Achmad Suryanto Sastroatmodjo Syaifuddin Gani Syifa Aulia TS Pinang Taufiq Wr. Hidayat Tengsoe Tjahjono Tjahjono Widijanto Usman Arrumy W Haryanto Y. Wibowo A. Mustofa Bisri A. Muttaqin Abdul Wachid B.S. Abi N. Bayan Abidah el Khalieqy Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Nurullah Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Alunk Estohank Alya Salaisha-Sinta Amir Hamzah Arif Junianto Ariffin Noor Hasby Arina Habaidillah Arsyad Indradi Arther Panther Olii Asa Jatmiko Asrina Novianti Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Baban Banita Badruddin Emce Bakdi Sumanto Bambang Kempling Beno Siang Pamungkas Bernando J. Sujibto Budi Palopo Chavchay Syaifullah D. Zawawi Imron Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Dian Hardiana Dian Hartati Djoko Saryono Doel CP Allisah Dwi S. Wibowo Edi Purwanto Eimond Esya Emha Ainun Nadjib Enung Nur Laila Evi Idawati F Aziz Manna F. Moses Fahmi Faqih Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fatah Yasin Noor Firman Nugraha Firman Venayaksa Firman Wally Fitra Yanti Fitrah Anugrah Galih M. Rosyadi Gde Artawan Goenawan Mohamad Gus tf Sakai Hamdy Salad Hang Kafrawi Haris del Hakim Hasan Aspahani Hasnan Bachtiar Herasani Heri Kurniawan Heri Maja Kelana Herry Lamongan Husnul Khuluqi Idrus F Shihab Ira Puspitaningsih Irwan Syahputra Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jafar Fakhrurozi Johan Khoirul Zaman Juan Kromen Jun Noenggara Kafiyatun Hasya Kazzaini Ks Kedung Darma Romansha Kika Syafii Kirana Kejora Krisandi Dewi Kurniawan Junaedhie Laela Awalia Lailatul Kiptiyah Leon Agusta Leonowens SP M. Harya Ramdhoni M. Raudah Jambakm Mahmud Jauhari Ali Maman S Mahayana Marhalim Zaini Misbahus Surur Mochtar Pabottingi Mugya Syahreza Santosa Muhajir Arifin Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Yasir Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Nirwan Dewanto Nunung S. Sutrisno Nur Wahida Idris Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Oka Rusmini Pandapotan M.T. Siallagan Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Petrus Nandi Pranita Dewi Pringadi AS Pringgo HR Putri Sarinande Putu Fajar Arcana Raedu Basha Remmy Novaris D.M. Rey Baliate Ria Octaviansari Ridwan Rachid Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Robin Dos Santos Soares Rozi Kembara Sahaya Santayana Saiful Bakri Samsudin Adlawi Satmoko Budi Santoso Sindu Putra Sitok Srengenge Skylashtar Maryam Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sunaryono Basuki Ks Sungging Raga Susi Susanti Sutan Iwan Soekri Munaf Suyadi San Syukur A. Mirhan Tan Lioe Ie Tarpin A. Nasri Taufik Hidayat Taufik Ikram Jamil Teguh Ranusastra Asmara Thoib Soebhanto Tia Setiadi Timur Sinar Suprabana Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Toni Lesmana Tosa Poetra Triyanto Triwikromo Udo Z. Karzi Ulfatin Ch Umar Fauzi Ballah Wahyu Heriyadi Wahyu Prasetya Wayan Sunarta Widya Karima Wiji Thukul Wing Kardjo Y. Thendra BP Yopi Setia Umbara Yusuf Susilo Hartono Yuswan Taufiq Zeffry J Alkatiri Zehan Zareez Zen Hae