Kamis, 15 September 2011

Sajak-Sajak Emha Ainun Nadjib

http://sastra-indonesia.com/
TEMBOK DAN GELOMBANG

(1)
sekuat-kuat gelombang
harus lebih kuat tembok
karena puncak kekuasaan
adalah ideologi gembok

tembok didirikan sekukuh-kukuhnya
agar gelombang terbentur sia-sia

gelombang direndam
menjadi ombak semilir

gelombang itu alam
tembok itu teknologi
kekuasaan timbul tenggelam
sedang jiwamu abadi

(2)
berhentilah memenjaraku
sebab jeruji besi dan sel pengurungku
terletak di dalam dadamu sendiri
tanpa bisa kemanapun kau pindahkan

kalau kau usir
kau pikir kemana aku hendak pergi
sedang lubuk jiwamu itulah alam semestaku
aku berumah di keremangan jiwamu
bilikku tersembunyi di balik kesunyian nuranimu

jadi berhentilah mendirikan tembok-tembok
karena toh aku bukan gumpalan benda yang bisa kau kurung
tak usah pula repot membakar dan memusnahkanku
sebab toh hakekatku memang musnah dan tiada

kau sang aku ini gerak atau semacam gerakan
padahal tak kupunyai apapun yang bisa kugerakkan
dan apabila kau jumpai bayangan gerak
pada yang kau sebut aku
hendaklah jelas bagimu bahwa hanya Tuhan
yang sanggup memantulkan diriNya sendiri

aku membesar-besarkanmu dan kau membesar-besarkanku
kita saling merasa terancam oleh enerji yang mendesak-desak
padahal ia hanyalah air nuranimu sendiri yang menggelombang
dan sebagaimana udara yang berhembus
ia berasal dari ruh uluhiyah kita sendiri

kita saling memandang melalui metoda benda
kita saling bersentuhan lewat tahayul peristiwa-peristiwa
padahal di awal dan akhir nanti akan ternyata
yang kita sangka kita bukanlah kita

engkau bisa menangkap benda
tapi geraknya luput dari kuasamu
engkau bisa menghentikan peristiwa
tetapi arusnya lolos dari cengkeramanmu

engkau bisa membendung air
tapi gelombangnya melompatimu ke masa depan
engkau bisa membuntu udara
tapi tenaganya memergokimu
di tempat yang tak kau duga

jadi sudahlah
untuk apa kau bungkam mulutku
sedangkan yang bersuara adalah mulutku
untuk apa engkau stop langkahku

sedangkan yang berjalan adalah sanubarimu sendiri
sedangkan yang bergema adalah pekikan hatimu sendiri
bergaung melintasi segala angkasa
menembus seluruh langit
mengatasi Negara-negara dan propinsi-propinsi
melompati kepulauan, samudera dan benua-benua

maka untuk apa engkau bungkam suaraku
karena toh kesunyian lebih berteriak dibandingkan mulutku
untuk apa kau habiskan tenaga
untuk membangun pagar dan rambu-rambu
sedang setiap menjelang tidur
selalu engkau diseret kembali oleh gelombang itu.



ABRACADABRA, KITA SEMBUNYI

abracadabra kita tiarap
karena tak ada janji peluru itu
tidak untuk ditembakkan ke jidat kita
abracadabra kita sembunyi
karena kata merdeka masih belum selesai diperdebatkan
abracadabra kita masuk liang-liang gelap
karena tak ada siapa-siapa yang menjamin apa-apa
abracadabra kita cuma bisa mabuk
sehingga kita tidak tahu bahwa kita mabuk
abracadabra kita semakin mabuk
karena setiap ingatan terlalu menusuk

Tuhan, kamu jangan tertawa
nyawa kami tidak hilang, hanya ketlingsut entah dimana
dengarkan tetap kami puja keperkasaan Mu
dalam kekaguman kami kepada diri kami sendiri
yang tetap bisa hidup
tanpa hak bicara dan peluang untuk berbagi
tidakkah kamu terharu menyaksikan kepengecutan kami?
dan mungkinkah kamu mengutuk rasa takut dalam jiwa kami
sedangkan ketakutan adalah anugerah Mu sendiri?

abracadabra otak kita bercanggih-canggih mengembara
berebut tema-tema yang tak ada hubungannya dengan apa-apa
abracadabra kita berjoget
karena sisa rakhmat Mu yang bisa dinikmati hanyalah situasi-situasi lupa
abracadabra kita meniup balon-balon kosong
abracadabra kita menggelembungkan tahayul agama
halusinasi politik dan mitos-mitos kesenian
abracadabra kita bercumbu dengan gincu ilmu omong kosong
abracadabra kita jatuh
terserimpung oleh langkah kita sendiri
abracadabra kita berlari ke utara
tiba-tiba dihadang oleh selatan
abracadabra kita terjun ke air, ternyata batu
abracadabra kita mengulum api
kita tersenggak oleh asap-asap yang semakin membumbung ke ubun-ubun kita

abracadabra baru kita tahu apa yang dianggap mengganggu ketenteraman?
ialah
KEBENARAN
abracadabra gerangan apa yang bagi mereka merusak tatanan?
ialah
KEADILAN
abracadabra dan apa kiranya puncak kejahatan?
namanya
KEBEBASAN

*) Dari Kumpulan Puisi “Doa Mohon Kutukan” Risalah Gusti 1995



RUMAH COR API

demi keadilan
hukum disingkirkan
demi kebenaran
pengabulan ganti rugi dibatalkan
demi ketenteraman
air ludah harus kembali ditelan

karena cahaya kemajuan harus memancar
maka panduan dan penerangan harus luas tersebar
karena program-program pembangunan harus lancar
maka terkadang pasar ini dan bangunan itu harus dibakar

lihatlah rumah-rumah cor api
lihatlah gedung-gedung berdiri di atas kuburan
batu-batanya terbuat dari kesengsaraan dan airmata
tembok-temboknya rekat oleh akumulasi ratapan
tiang-tiangnya tegak karena disangga oleh pengorbanan

diseberang itu engkau memandang
rumah-rumah didirikan
dekat di sisiku aku saksikan
rumah-rumah digilas dan dirobohkan

nun disana engkau melihat
rumah-rumah disusun-susun
nun disini aku menatap
perduduk terusir berduyun-duyun

ketika engkau berdiri di depan
hamparan tanah luas yang engkau beli
untuk mendirikan ratusan rumah
dan ribuan pemukiman manusia abad 21
pernahkah terlintas di kepalamu
ingatan tentang beribu-ribu saudara-saudaramu
yang kehilangan tanahnya

pernahkah engkau ingat betapa beribu-ribu orang itu
tak dianggap memiliki hak untuk mempertahankan tanahnya
dan ketika mereka terpaksa menjualnya
mereka juga tak dianggap memiliki hak untuk menentukan
harga petak-petak tanah mereka

ketika engkau menempati rumah itu
tahukah engkau, siapa nama tukang-tukang
yang menumpuk bata-batanya
yang mengangkut pasir dan memasang genting-genting

ketika engkau memijakkan kakiku di lantai rumahmu
dan meletakkan punggungmu di kasur ranjang
pernahkan engkau catat kemungkinan muatan
korupsi dan kolusi di dalam proses pembuatannya
sejak tahap tender
sampai pemasangan cungkup puncaknya

bagi berjuta-juta saudara-saudaramu
yang tak senasib dengan denganmu
yang bertempat tinggal tidak di pusat uang dan kekuasaan
pernahkah engkau sekedar berdoa saja
bagi kesejahteraan mereka

dunia sudah amat tua
darahnya kita hisap bersama-sama
kehidupan semakin rapuh
dan sakit kita tidak semakin sembuh
langit robek-robek
badan kita akan semakin dipanggang hawa panas
sejumlah pulau akan tenggelam
lainnya menjadi rawa-rawa
anak cucumu akan hidup sengsara
karena ransum alam bagi masa depan
telah dihisap dengan semena-mena.

1994



TAK KUNJUNG DATANG

aku nantikan
kami rindukan
telinga yang mendengarkan
hati yang mengerti
di negeri ini
berpuluh tahun
terasa ngunngun
kami mencari dan bingung
pemimpin yang paham
dan melapangkan
tak kunjung datang
ataukah memang
tak dilahirkan oleh Tuhan

aku dambakan
kami impikan
pidato yang menentramkan
perlakuan sejuk dan pembebasan
sekian lama
engkau janjikan
horison keterbukaan
bukan penyempitan dan pengkotakan
tetapi kapan?
ia tak menjelang
jaman berlalu
dan menipu

kau tak belajar memahami
selain mau mu sendiri
tak tau beda
antara penguasa
dan pemimpin bangsa.

*) Salah satu lagu dari album “perahu Retak”, nyanyian Franky Sahilatua, liriknya Emha Ainun Nadjib.



KAMBING

kambing semacam itu pernah kau jumpaikah
yakni yang menyusu ke putingnya sendiri
sehingga tulang punggungnya patah
dan anak-anaknya haus roboh terkulai

kambing semacam itu pernah kau jumpaikah
yang membuntu lobang putingnya sendiri
seluruh air susu tubuhnya ia monopoli
hingga akhirnya mati sendiri

hanya manusialah yang demikian
jenis hewan yang diperbudak keserakahan
mencakar-cakar orang lain dengan kuku setan
sesudah uzur usia baru disiksa kecemasan

kata almuhammadi itulah jenis kebodohan
orang tak belajar kepada zakat dan kasih
makin kaya makin ditimpa kemiskinan
akhirnya dari jiwanya sendiri tersisih

1986



TAHAJJUD CINTAKU

Mahaanggun Tuhan yang menciptakan hanya kebaikan
Mahaagung ia yang mustahil menganugerahkan keburukan
Apakah yang menyelubungi kehidupan ini selain cahaya
Kegelapan hanyalah ketika taburan cahaya tak diterima
Kecuali kesucian tidaklah Tuhan berikan kepada kita
Kotoran adalah kesucian yang hakikatnya tak dipelihara
Katakan kepadaku adakah neraka itu kufur dan durhaka
Sedang bagi keadilan hukum ia menyediakan dirinya
Ke mana pun memandang yang tampak ialah kebenaran
Kebatilan hanyalah kebenaran yang tak diberi ruang

Mahaanggun Tuhan yang menciptakan hanya kebaikan
Suapi ia makanan agar tak lapar dan berwajah keburukan
Tuhan kekasihku tak mengajari apa pun kecuali cinta
Kebencian tak ada kecuali cinta kau lukai hatinya

1988

Tidak ada komentar:

Label

Sajak-Sajak Pertiwi Nurel Javissyarqi Fikri. MS Imamuddin SA Mardi Luhung Denny Mizhar Isbedy Stiawan ZS Raudal Tanjung Banua Sunlie Thomas Alexander Beni Setia Budhi Setyawan Dahta Gautama Dimas Arika Mihardja Dody Kristianto Esha Tegar Putra Heri Latief Imron Tohari Indrian Koto Inggit Putria Marga M. Aan Mansyur Oky Sanjaya W.S. Rendra Zawawi Se Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Agit Yogi Subandi Ahmad David Kholilurrahman Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Akhmad Muhaimin Azzet Alex R. Nainggolan Alfiyan Harfi Amien Wangsitalaja Anis Ceha Anton Kurniawan Benny Arnas Binhad Nurrohmat Dina Oktaviani Endang Supriadi Fajar Alayubi Fitri Yani Gampang Prawoto Heri Listianto Hudan Nur Indra Tjahyadi Javed Paul Syatha Jibna Sudiryo Jimmy Maruli Alfian Joko Pinurbo Kurniawan Yunianto Liza Wahyuninto Mashuri Matroni el-Moezany Mega Vristian Mujtahidin Billah Mutia Sukma Restoe Prawironegoro Ibrahim Rukmi Wisnu Wardani S Yoga Salman Rusydie Anwar Sapardi Djoko Damono Saut Situmorang Sihar Ramses Simatupang Sri Wintala Achmad Suryanto Sastroatmodjo Syaifuddin Gani Syifa Aulia TS Pinang Taufiq Wr. Hidayat Tengsoe Tjahjono Tjahjono Widijanto Usman Arrumy W Haryanto Y. Wibowo A. Mustofa Bisri A. Muttaqin Abdul Wachid B.S. Abi N. Bayan Abidah el Khalieqy Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Nurullah Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Alunk Estohank Alya Salaisha-Sinta Amir Hamzah Arif Junianto Ariffin Noor Hasby Arina Habaidillah Arsyad Indradi Arther Panther Olii Asa Jatmiko Asrina Novianti Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Baban Banita Badruddin Emce Bakdi Sumanto Bambang Kempling Beno Siang Pamungkas Bernando J. Sujibto Budi Palopo Chavchay Syaifullah D. Zawawi Imron Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Dian Hardiana Dian Hartati Djoko Saryono Doel CP Allisah Dwi S. Wibowo Edi Purwanto Eimond Esya Emha Ainun Nadjib Enung Nur Laila Evi Idawati F Aziz Manna F. Moses Fahmi Faqih Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fatah Yasin Noor Firman Nugraha Firman Venayaksa Firman Wally Fitra Yanti Fitrah Anugrah Galih M. Rosyadi Gde Artawan Goenawan Mohamad Gus tf Sakai Hamdy Salad Hang Kafrawi Haris del Hakim Hasan Aspahani Hasnan Bachtiar Herasani Heri Kurniawan Heri Maja Kelana Herry Lamongan Husnul Khuluqi Idrus F Shihab Ira Puspitaningsih Irwan Syahputra Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jafar Fakhrurozi Johan Khoirul Zaman Juan Kromen Jun Noenggara Kafiyatun Hasya Kazzaini Ks Kedung Darma Romansha Kika Syafii Kirana Kejora Krisandi Dewi Kurniawan Junaedhie Laela Awalia Lailatul Kiptiyah Leon Agusta Leonowens SP M. Harya Ramdhoni M. Raudah Jambakm Mahmud Jauhari Ali Maman S Mahayana Marhalim Zaini Misbahus Surur Mochtar Pabottingi Mugya Syahreza Santosa Muhajir Arifin Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Yasir Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Nirwan Dewanto Nunung S. Sutrisno Nur Wahida Idris Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Oka Rusmini Pandapotan M.T. Siallagan Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Petrus Nandi Pranita Dewi Pringadi AS Pringgo HR Putri Sarinande Putu Fajar Arcana Raedu Basha Remmy Novaris D.M. Rey Baliate Ria Octaviansari Ridwan Rachid Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Robin Dos Santos Soares Rozi Kembara Sahaya Santayana Saiful Bakri Samsudin Adlawi Satmoko Budi Santoso Sindu Putra Sitok Srengenge Skylashtar Maryam Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sunaryono Basuki Ks Sungging Raga Susi Susanti Sutan Iwan Soekri Munaf Suyadi San Syukur A. Mirhan Tan Lioe Ie Tarpin A. Nasri Taufik Hidayat Taufik Ikram Jamil Teguh Ranusastra Asmara Thoib Soebhanto Tia Setiadi Timur Sinar Suprabana Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Toni Lesmana Tosa Poetra Triyanto Triwikromo Udo Z. Karzi Ulfatin Ch Umar Fauzi Ballah Wahyu Heriyadi Wahyu Prasetya Wayan Sunarta Widya Karima Wiji Thukul Wing Kardjo Y. Thendra BP Yopi Setia Umbara Yusuf Susilo Hartono Yuswan Taufiq Zeffry J Alkatiri Zehan Zareez Zen Hae