http://oase.kompas.com/
Pesan Singkat
(1)
lihat pohonpohon hayat
relief ayatayat terpahat
embun basuh daun
tapi, poripori dahan dan rantingmu penuh daki:
bersuci!
Pesan Singkat
(1)
lihat pohonpohon hayat
relief ayatayat terpahat
embun basuh daun
tapi, poripori dahan dan rantingmu penuh daki:
bersuci!
(2)
baca gericik air kolam jiwa
di kedalamannya ikanikan berenang
melahap setumpuk hasrat
yang terlipat pada setiap geriap waktu
tapi, ganggang dan lumut jua kausebut:
sujud!
(3)
rasakan sahara dan savana dalam dada
ada dengus nafas perjalanan
tikungantikungan dan terminal
tapi, lidah juga yang kaujajakan:
insyaf!
(4)
tsunami dalam diri
tiap detik berdetak
jam mengeram dan pendulum berayun:
tapi, kau hanya diam!
(5)
gempa dalam dada
berguncangguncang
genderang perang
berdentang lantang:
tapi, kau tinggalkan gelanggang!
bengkel puisi swadaya mandiri, 2007-03-22
Semiotika Rumah dan Ranah
: membaca silsilah
rumah kehilangan kunci
sebab ayah telah pergi dan tak kembali
simbok teronggok di pojok seperti mbako susur
aku pun berlari menyusur batanghari:
tanah pilih
mas yat pensiun
kembali pulang menjelang petang
di teras, mbak nduk sesak nafas
di rumah dan sawah, mbak tik terengah
kurindu rose dan nur:
bercanda dekat sumur
surat, surat
kirimkan ke penjuru alamat:
ayatayat
bengkel puisi swadaya mandiri, 2007-03-31
Di Matahari Senja
: ayat 48, sebelum kalender tanggal
taman mulai temaram
adakah yang kutunggu di bangku kayu jati?
warna kupukupu, angin lalu:
ngilu!
gelap merayap
adakah yang berlagu di ujung jalan itu?
bunga kertas, hujan deras:
lemas!
di bawah matahari merendah
sajadah menghitam basah
adakah yang lebih indah diantara puisi yang kaugubah?
dzikir!
bengkel puisi swadaya mandiri, 2007-03-23
Kuda Sumba
: umbu, sindu, dinullah rayes
dengus nafasmu umbu
menghembus misteri puisi
kudakuda berlari
menyusur pelangi
katakatamu, sindu, adalah anak panah
melesat ke penjuru
menancap di ulu hati
puisi
di ulu sungai, dinullah rayes
membasuh wajah embun
pada lembarlembar daun
gerak pendulum
lalu melayarkan kepingkeping rindu
mencandu!
kudakuda sumbawa
ke mana perginya?
perigi juga alamat pergi
dan kembali!
bengkel puisi swadaya mandiri, 2007-03-23
Jln. Senggama 48
: malam ke sekian
sejumlah alamat telah kucatat
sajadah menghampar basah
geliat warna sofa merah berbunga indah
geriap senyap merayap antara sendi dan sprei
saling melumat rekaat: berbagi desah
menjelang tamat
kupacu malamku menuju sebuah subuh
yang melenguh. kubawa berita basah: peta,
pena, paket parfum
rasa
bunga
pada malam ke sekian
tiktok jam
pendingin ruang
saling tikam. ada yang tergantung
pada gerak pendulum:
embun netes basuh daun
bengkel puisi swadaya mandiri, 2007-03-30
Jogja, Kembali Pulang
: teringat sosok simbok
pulang kampung
orangorang berselimut sarung
langit mendung:
hatinya suwung
butirbutir pasir parang tritis
iklan baris yang meringis
lidah air parang kusumo
mantra mbah kromo
teriak becak di malioboro
sajak terkoyak
(kulonprogo seperti sawah musim ketigo
gerabah bantul pecah
sleman demam berat
gunung kidul tetap makan thiwul
kota jogja lukaluka)
jogja adalah simbok yang terkapar di lincak:
kepalanya puyeng dan dadanya sesak
jogja, Juli 2006
Silhuet
: lanskap senja
katakata mengarus dan berpusar
mengalirkan silhuet dan lanskap hidup
penuh warna:
mata berkacakaca
terasa ada yang lepas dari jemari
meluncur ke angkasa
dan hati tersileti:
nyeri
relief dan pahatan begitu tegas
kaligrafi dinding hari:
puisi
bengkel puisi swadaya mandiri, 2007-03-30
Dinding Waktu
: instalasi diri
dinding kolam taman bocor
airnya rembes ke manamana:
kutampung airmata
duka
dinding raga mengendor
tiangtiangnya gemeretak berderak:
kutampung gempa
dada
dinding jiwa kotor
air meruah sepanjang koridor:
kutabung dan kutampung dosa
semesta
dinding waktu longsor
geriapnya memeluk siapa saja:
tiktok-nya berdentang
di jiwa lengang
bengkel puisi swadaya mandiri, 2007-03-31
Kamboja Merah
: kabar dari makam
kutanam kamboja merah di taman
pada sebuah vas terbuat dari tanah amanah
akar menyangga batang bergetah putih
setiap saat kurawat dan kupupuk:
angin singgah di pelupuk
kutanam kamboja merah di makam
batangnya ditumbuhi ranting
bercabang ke barat, kiblat
memanjang ke timur, umur
rantingnya kian mengering:
angin membentak nyaring
kutanam kamboja merah di ke dalaman dada
di ujung ranting, daundaun mengembun
lembar demi lembar menguning
tiap saat disunting matahari:
jasad mengering
bengkel puisi swadaya mandiri, 2007-03-31
Tahajud Ilalang
: lanskap 99 nama
setiap pagi dan petang, ilalang bergoyang
inna shalati wa nusuki…
rakaat demi rekaat merayap
di dinding rumah:
alifku rebah
siang merajut sujud
malam merenda kalam
iqra bismirobikaladzi …
setiap saat kubacabaca 99 nama:
jemariku letih
ilalang di belakang rumah
tak lelah
ibadah
bengkel puisi swadaya mandiri, 2007-03-31
Lanskap, Wajah Bening
: annisa, fitri, hudan nur
dalam lanskap di kaca bening
namamu berdering
renyah dan penuh gairah:
tapi bayangmu terasa asing
ahmad lahir di akhir nabinabi
memperkenalkan namanama kalian
lalu mengembunlah amanah ayatayat itu:
di daun hatiku
kaca bening itu mengembun
menimbun kerinduan, menabung kasih sayang
tapi kalian mengejang:
tinggal bayang
bengkel puisi swadaya mandiri, 2007-04-01
Buku Harian yang Koyak
: aceh, jogja, sidoarjo
di aceh, nuruddin ar raniri—hamzah fansuri berjalan menyisir pantai
mengusung kerandakeranda tsunami
melipat buku harian duka
yang terombangambing ditampar ombak
digelandangkan gelombang
bergelantungan di pucukpucuk buih:
lukanya perih
di jogja, 100 penyair mencatat 5.9 skala richter
di kedalaman puisi. tapi sepi tetap merayap ke puncak merapi
yang membara. nyi roro kidul saat itu menggelar pesta
berselancar dalam debar. rambutnya yang tergerai
menyapu bibirbibir pantai. di mana sultan? di mana mbah maridjan?
jogja bau kemenyan!
mampirlah di sidoarjo, singgah di tanggul angin
mau beli sepatu atau tas baru? kenapa waktu memburu?
uap gas makin mengeras di keluasan lumpurlumpur panas
rumah, sawah, sekolah, tempat ibadah:
musnah!
bengkel puisi swadaya mandiri, 2007-04-01
Restorasi Puisi
: goenawan, sapardi, subagio
asmaradana, kabarkan pada pariksit
senja bangkit dan menara adalah penjara
tapi engkau masih juga bicara tentang sepi
pada catatan pinggir yang menggigir:
malin kundang, kembali pulang!
dukamu abadi, begitu serumu
dalam bayangbayang semu
dalam isak sajak yang sesak
tapi terasa enak:
sonet, biarkan bunga kembang!
adam di firdaus bicara orangorang hitam
seperti filsafat yang gelap
tapi sajak tetaplah simponi
yang melupa pada tali:
bunuh diri
bengkel puisi swadaya mandiri, 2007-04-01
Ayat 125—127, Para Penyair
: kalender pecah
gemuruh kota melupa alamat Kata
padahal Langit jua asal curah hujan
airmata. katakan katamu
dengan deru haru matahati
sebab sekepal daging dalam dirimu
selalu saja berseteru:
Malaikat dan Syetan
genapkan sayap malaikat
yang tumbuh pada Katakata
sebab sepotong ayat telah melengkapi
perjalanan musyafir di padang kembara
seperti oase, ekstaselah hanya pada Kata Pertama:
Sabda
selebihnya, biarlah kalender pecah
di luas sajadahNya
bengkel puisi swadaya mandiri, 2007-04-02
Ballada Musyafir Gila
: arsyad indradi
ada musafir gila
berjalan sepanjang lorong kumuh
memimpikan denyut kehidupan:
puisi penuh keindahan
lihatlah, mantelnya kuyup oleh keringat semangat
padahal mentari di langit begitu menyengat
ia rebah di sofa merah
angin bangkit dan mengusik dengan kerisiknya
ia menyusun lembarlembar hatinya yang remuk
dan menatap tumpahan tinta hitam di lantai rumah
ia terbatuk dan terantuk
tapi gelegaknya berkata serak:
beri aku tuak sajak
hari ini kubuka paket berisi 142 penyair menuju bulan
jaketmu berlumuran darah kata
nafasmu tersengal, tapi kulihat tangan terkepal:
ajal, aku tak mau melayat langit
bengkel puisi swadaya mandiri, 2007-04-02
SILSILAH TANAH MERAH
(situs candi muaro jambi)
kususun batubatu merah: darah
ya, darah melayu kuno
netes seluas situs candi muaro jambi
kususu dan kuserap relief tapak kaki: garis keturunan
ya, garis keturunan pradnyaparamitha
hingga batari durga
tersususunlah silsilah : darah
ya, darah melayu netes ke dalam sajak
membiak sepanjang jejak
peradaban
sebab melayu takkan hilang di bumi
takkan lenyap di sepanjang abad
bengkel puisi swadaya mandiri, 2008
TANAH PILIH PSEKO BERTUAH
telah kupilih sebidang lahan garapan
tanah pilih pseko bertuah
tempat tumbuh segala harapan
ruang anakanak belajar mengaji—mengkaji ilmu sejati
memahami prasasti
memaknai alam tradisi:
adat bersendi syara’, syara’ bersendi kitabullah
kupilih sebidang lahan harapan
tanah pilih pseko bertuah
tempat ilalang tumbuh
bergoyang pagi hingga petang
tempat tanah tumpah gairah
kupilih sebidang lahan harapan
tanah pilih pseko bertuah
tempat puisi tumbuh di tengah polusi
tempat nyaman bagi kuburan masa depan
bengkel puisi swadaya mandiri, 2008
NARASI SELUWANG
aku hanyalah seluwang
menyisir alir batanghari yang mengarus
di riak dan ombak tak lelah kueja kail dan jejaring nelayan
yang setiap saat mengancam ketenangan
hei, siapa mendengar keluhku?
di sepanjang alir batanghari
hidup dan kehidupan seperti rumah terapung
meninggi kala dari ilir mengalir hujan kiriman
kandas di dasar ketika ada pendangkalan alam pikir
aku terus menyisir di antara arus, riak, dan ombak
aku adalah seluwang
merangkai tembang di alir yang tenang
hei siapa mendengar kidungku?
aku, seluwang merindu nelayan pulang
bengkel puisi swadaya mandiri, 2008
SKETSA CINTA
anakanakku, putraputri pertiwi
menari dan menyanyi—mengaji makna sejati
menggali makna hidup ini
“pa, beri aku satu kata, cinta!”
maka rumah, tanah, segala amanah
tumpah. bungabunga merekah indah
dan masa depan begitu cerah
“ma, ajar aku satu makna, setia”
maka segala tirai, arloji, segenap janji
mekar di sini. semua menyanyi dan menari
segala menyala dan mear di hati
SKETSA RUMAH TUA
: hazim amir
Sebuah rumah tua
Tak lelah meriwayatkan diri
Angin senja hinggap di daun jendela
Dan segala rahasia mengendap di dada
Duduk di ruang tamu
Aku berguru pada topengtopeng kayu berdebu
: inilah aku, masa lalu yng membiru
Segala lagu bernyanyi di situ
Segala haru mengendap di liang waktu
Pada keramik tanah
Sejarah tak lelah mendesah
: seperti air, aku ngalir menuju laut lepas
Mengibaskan batubatu cadas
Melecut segala kemelut hidup
Sebelum pada akhirnya larut ditelan kabut
BERINGIN PUTIH
: diah hadaning
di tanah pilih ini tumbuhlah beringin putih
sulursulurnya menjulur sebatas bahu
berdahan tangan kasih sayang
akar tunjangnya berserabut
rindang dedaunan berdesah lembut
: aku lindungi kolam dan ikanikan!
aku pun tumbuh
diasuh angin gunung merapi
dibasuh rindu dalam gelinjang waktu
dalam tubuhku mengalir sungaisungai
sangsai
aku suka menggambar segitiga samasisi:
kaki langit, segalanya tampak wingit
ibu bumi, sejuta gelisah yang membuncah
laut, riak dan ombak salingdesak
di kedalaman sajak
: gerak dan isak!
bengkel puisi swadaya mandiri, jambi 2007
PENJOR DEPAN KANTOR GUBERNUR
: mengukur jalan bersama d zawawi imron
inilah pameran instalasi abad ini, bisikku padamu
tibatiba di udara sama kita baca:
50 TAHUN INDONESIA CEMAS
disangga pohonpohon hayat meranggas pucat
berjuta cahaya mengisyaratkan tandatanda bahaya
ya, Allah aku memahami benderang lampu ini
juga bebintang di langit wingit
sejarah bergulunggulung dalam relung empedu pahit
ada yang bercahaya dalam hatiku: Engkau
berenang dalam cahaya benderang
hingga gemerlap dunia
membuka rahasianya
dan ternyata sungguh tiada makna
ELEGI BATANGHARI
setelah berkalikali merpati ingkar janji
kembali kukaji notasi “Negeri Sepucuk Jambi
Sembilan Lurah”
anakanak negeri ini gemar benar bersenam pagi
melukis mimpimimpi
berlari di atas aurduri
aku berdiri merentang panjang jembatan ini
riak dan ombak berontak seperti kaligrafi
memusar dan melingkari adat-tradisi
derap sepatu politisi dan birokrasi
aku berlari seperti acep syahril yang nggigil
mindah nasib sendiri (ketika indonesia berlari)
aku berlari seperti ari meratapi dinasti abunjani
aku berlari membawabawa nyeri
dan batanghari masih enggan berbagi.
_______________
Dimas Arika Mihardja adalah pseudonim Sudaryono, lahir di Jogjakarta 3 Juli 1959.
Tahun 1985 hijrah ke Jambi menjadi dosen di Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia
dan Daerah Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP Universitas Jambi. Gelar
Doktor diraihnya 2002 dengan disertasi “Pasemon dalam Wacana Puisi Indonesia”
(telah dibukukan oleh Kelompok Studi Penulisan, 2003).
Sajak-sajaknya terangkum dalam antologi tunggal seperti Sang Guru Sejati (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1991), Malin Kundang (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1993), Upacara Gerimis (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1994), Potret Diri (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri,1997), dan Ketika Jarum Jam Leleh dan Lelah Berdetak (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri danTelanai Printing Graft, 2003). Sajak-sajaknya juga dipublikasikan oleh media massa lokal Sumatera: Jambi, Padang, Palembang, Lampung, Riau, dan Medan; media massa di Jawa: surabaya, Malang, Semarang, Jogja, Bandung, dan Jakarta.
Antologi puisi bersama antara lain Riak-riak Batanghari (Teater Bohemian, 1988), Nyanyian Kafilah (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1991), Prosesi (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1992), Percik Pesona 1 & 2 (Taman Budaya Jambi, 1992, 1993), Serambi 1,2,3 (Teater Bohemian, 1991, 1992, 1993), Rendezvous (Orbit Poros Lampung (1993), Jejak, Kumpulan Puisi Penyair Sumbagsel (BKKNI-Taman Budaya Jambi, 1993), Luka Liwa (Teater Potlot Palembang, 1993), Muaro (Taman Budaya jambi 1994), Pusaran Waktu (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1994), Negeri Bayang-bayang (Festival Seni Surabaya, 1996), Mimbar Penyair Abad 21 (DKJ-TIM Jakarta, 1996), Antologi Puisi Indonesia (Angkasa Bandung, 1997), Amsal Sebuah Patung: Antologi Borobudur Award (Yayasan Gunungan Magelang, 1997), Angkatan 2000 dalam Kesusastraan Indonesia (Gramedia, 2000), Kolaborasi Nusantara (KPKPK-Gama Media, 2006), Antologi Puisi Nusantara: 142 Penyair Menuju Bulan (Kelompok Studi Sastra Banjarbaru, 2007), Tanah Pilih (Disbudpar Provinsi Jambi, 2008), Jambi di Mata Sastrawan: bungarampai Puisi (Disbudpar Provinsi Jambi, 2009). Novelnya Catatan Harian Maya dimuat secara bersambung di Harian Jambi Independent (2002). Cerpen, esai, dan kritik sastra yang ia tulis tersebar di berbagai media massa koran dan jurnal-jurnal ilmiah. Alamat Rumah: Jln. Kapt. Pattimura No. 42 RT 34 Kenali Besar, Kotabaru, Jambi 36129. e-mail: dimasarikmihardja@yahoo. co.id. atau dimasmihardja@gmail. com
Sajak-sajaknya terangkum dalam antologi tunggal seperti Sang Guru Sejati (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1991), Malin Kundang (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1993), Upacara Gerimis (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1994), Potret Diri (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri,1997), dan Ketika Jarum Jam Leleh dan Lelah Berdetak (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri danTelanai Printing Graft, 2003). Sajak-sajaknya juga dipublikasikan oleh media massa lokal Sumatera: Jambi, Padang, Palembang, Lampung, Riau, dan Medan; media massa di Jawa: surabaya, Malang, Semarang, Jogja, Bandung, dan Jakarta.
Antologi puisi bersama antara lain Riak-riak Batanghari (Teater Bohemian, 1988), Nyanyian Kafilah (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1991), Prosesi (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1992), Percik Pesona 1 & 2 (Taman Budaya Jambi, 1992, 1993), Serambi 1,2,3 (Teater Bohemian, 1991, 1992, 1993), Rendezvous (Orbit Poros Lampung (1993), Jejak, Kumpulan Puisi Penyair Sumbagsel (BKKNI-Taman Budaya Jambi, 1993), Luka Liwa (Teater Potlot Palembang, 1993), Muaro (Taman Budaya jambi 1994), Pusaran Waktu (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1994), Negeri Bayang-bayang (Festival Seni Surabaya, 1996), Mimbar Penyair Abad 21 (DKJ-TIM Jakarta, 1996), Antologi Puisi Indonesia (Angkasa Bandung, 1997), Amsal Sebuah Patung: Antologi Borobudur Award (Yayasan Gunungan Magelang, 1997), Angkatan 2000 dalam Kesusastraan Indonesia (Gramedia, 2000), Kolaborasi Nusantara (KPKPK-Gama Media, 2006), Antologi Puisi Nusantara: 142 Penyair Menuju Bulan (Kelompok Studi Sastra Banjarbaru, 2007), Tanah Pilih (Disbudpar Provinsi Jambi, 2008), Jambi di Mata Sastrawan: bungarampai Puisi (Disbudpar Provinsi Jambi, 2009). Novelnya Catatan Harian Maya dimuat secara bersambung di Harian Jambi Independent (2002). Cerpen, esai, dan kritik sastra yang ia tulis tersebar di berbagai media massa koran dan jurnal-jurnal ilmiah. Alamat Rumah: Jln. Kapt. Pattimura No. 42 RT 34 Kenali Besar, Kotabaru, Jambi 36129. e-mail: dimasarikmihardja@yahoo. co.id. atau dimasmihardja@gmail. com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar