http://oase.kompas.com/ 21 Jan 2012
[1]
Kepada Hera
I
sebagai yang terlupakan, aku
tak gegabah berandaiandai
jika rembulan akan gerhana
maka pekat hanya ilusi sementara
aku tak mendahului sesal, Hera
di masa perpisahan penuh isak
memahami bahwa fajar akan kembali
songsong rapuh jiwaku
aku sampirkan pelangi di dada
agar sekiranya saat kau hadir dalam dekap
kau akan sumringah jua
penuh bahana tawa, membuat langit malu
cermati sebuah ikhwal kematian hati
tersebab praduga sesat yang tersemat
II
sebagai yang terbiarkan, aku
tak cemas meliarkan anganangan
andai matahari pindah terbit di barat
terang masih akan menjalar lembut
aku masih biaskan kepastian, Hera
di keadaan yang tak lagi sama
kiamat merapat, malam berkeping jua
hancur oleh derai tangis yang miris
lalu aku harus ke mana?
perulangan arah tetaplah terpekik namamu
III
sebagai yang terlupakan
sebagai yang terbiarkan
aku berusaha biasabiasa saja, Hera
menjadi utuh diri yang tak dilaknat waktu
menjelma apapun di musim baru
aku hanyalah pengelana rindu
di bayang wajahmu
aku luruh, mengeja semua ketidaksempurnaan
Manado, 07072011.
[2]
Tentang Menjadi yang Terindah
: Hera
Sudah kutanak kenangan, Hera. Sungguh matang hingga betapa
senangnya masa jatuh bergulir. Tak perlu berletih menelesuri
lembah keraguan. Lorong kita, Pando, masih sudi ditaburkan
riwayat dua hati. Pada coklat tanahnya, pada kusam sekatnya,
abjadabjad asmara menjelma keinginan baru. Dan para pemukim
berlalu serayamelepaskan haru tuk ditukar dengan asaasa sukacita.
Aku pun masih bagian dari lorong ini, Hera. Pemukim yang acapkali
merunut kegagalan mimpi jelma nyata di langkah esok. Jika kau
terbiasa mengecap rasa rindu dari pelepah malam, maka adalah aku
yang terdera belenggu siang. Kujelang cahaya dengan sekawanan
awan hitam bergelayutan di wajah. Ternyata aku tak terbiasa.
Menggauli perpisahan dalam puisipuisi serba temaram.
Bila kau harus kembali, Hera. Sudilah membungkus maaf sebagai
buah tangan. Kenangan yang kutanak ini, dalam kematangannya tak
cukup digjaya buatku menjadi yang terindah. Apa yang akan kauaku
rayakan di perjumpaan, tak akan lebih dari upaya menggelar kembali
permadani perbedaan. Wewarna serupa pelangi, namun terbias hanyalah
elegi. Elegi dan tetap elegi kita terima dalam dua belas tahun yang
hilang. Di dinding masa depanmu, aku adalah arsiranarsiran garis nasib
terputus dari lingkaran waktu. Lingkaran yang merunut jejak asmara
berbayang lara.
Tapi aku masih saja terus bermimpi, Hera. Mimpi tentang menjadi
yang terindah dalam sisasisa napas penantian. Paruparuku tak sudi
berpurapura disinggahi udara kecemasan. Dari apa yang coba kuuraikan,
adalah sederetan doa jua yang kuberaikan dari katakata tiada bermakna.
Pada tanggatangga langit, aksaraaksara doaku akan meniti pasti sebuah
keyakinan. Di dirimu jua, Hera, aku akan menghilang dari perangkap sepi.
Di dirimu jua, aku akan selalu menjadi seseorang yang punya arti.
Manado, 21072011.
[3]
Hera dan Sebuah Nyanyian yang Penuh Petuah
“Cintakan membawamu kembali di sini
Menuai rindu membasuh perih*”
Sejatinya telah tepat kau jumlahkan bilangan kehilangan
Setelah semua angan silam sua tempat pemberhentian
Dan lengkingan nada-nada selaras dengan petikan harpa sang cupid
Ada cinta, ada kasih, ada rindu yang saling mengapit
Sungguh aku lelah melaknati gamang
Telah kupahami setitik cahaya di antara remang
Dari bening dua bola matamu, malam hanya sekedar nama kelam
Tak pernah serius hadir membiasi kisah-kisah temaram
“bawa serta dirimu, dirimu yang dulu
mencintaiku apa adanya**”
Lalu apa nama paling indah untuk esok?
Selain bahagia yang tak sudi lagi berbelok
Kita akan biarkan saja seperti ini
Seperti ikhlasnya fajar yang datang kelewat dini
Akan kita haturkan senyum ke timur
Terus ke timur yang juga ikhlas memanjangkan umur
Hera, nyanyikanlah terus nyanyikanlah
Hingga penantian berpantang mengenal kalah
Manado, 02012012.
*&** : lirik lagu “Cintakan Membawamu Kembali”-Dewa 19-
[4]
Nocturne yang Terlupakan
: Hera
I1I
Sudah kau tinggalkan cemas
Sudah aku tanggalkan ragu
Lalu, kepergianmu kusederhanakan sebagai penambahan jarak rindu di hatiku. Waktu menjadi kelipatan kenangan yang terus berkuadrat, terus berkubik dengan hasil nominal-nominal keyakinan. Dan kupandang sendiriku hanya sebagai titipan koma yang sedang mengipasi kemarau sebelum hujan tiba mengubahnya menjadi titik.
Kebenaran sunyi masih menjadi misteri tak terpecahkan. Masih tentang kauaku yang terus merekam begitu banyak jejak terselip di antara rimbun pekat malam. Hidup dan asmara menjadi dua hal yang paling kita minati. Menjadi dua hal yang paling kita kilaukan di sepanjang pesisir cahaya hati.
I2I
Sudah kau ceraikan masa lalu
Sudah aku beraikan kenangan
Pun, bila kini kuterima jua kabar sendirimu, sendiri yang lebih perih dari gersang pematang, kau harus tahu, aku kalangkabut menyibak lebatkabut di antara pelarianku. Pelarian menujumu yang terus saja mengubah nama arah. Kucoba pelihara angan tanpa pertanyaan, kuterus manjakan ingin tanpa mencari tahu jawaban. Hati terus berpalung sedalam mungkin bagi niscayanya sebuah pelukan sehangat mentari pagi.
Kekekalan sepi akan jadi tuturan turun temurun. Tetap ini tentang kauaku yang pernah mengultuskan janji-bila di antara bayang-bayang yang dihilangkan terik-, kauaku tetap tak akan bergeming. Maut dan rindu sebenarnya punya ikatan yang harus kita sepakati bersama. Di tubir kekecewaan, rindu seketika menjadi hitam sebenarbenarnya.
I3I
Sudah kau ikhlaskan kehilangan
Sudah aku relakan kehampaan
Hanya terus dan terus saja aku berdiri. Entah apa nama daratan ini. Pijakan yang meneruskan guliran airmata. Membeku dan meruah ke segala penjuru sebagai bola-bola kesedihan. Mencari dan terus mencari lubang-lubang keriangan. Sendiri ini, sunyi sepi ini terlalu cadas merampas musim-musim yang mukim di senyumku. Dan kau terus berkewajiban tahu, adalah ketulusan yang setia kupelihara dalam penantian. Andai kau batalkan kepulangan, aku masih bisa mempuisikan embun, menghadirkannya di kering kelopak-kelopak jiwaku.
Apa yang akan mengabadi di batas waktu selain hening yang kian bening di lembaran hariku ? Senantiasa ini masih menjadi kisah kauaku yang bertukar tawa di antara isak pedih perpisahan. Hidup mati, rindu asmara sesungguhnya lingkaran yang kita arsir bersama. Dari dua tempat berbeda, kita tiada berletih mengirimkan pesan, doa dan harapan meski kesemuanya kandas jua usai malam direnggut pagi.
Gorontalo, 03102011.
Arther Panther Olii, lahir di Manado. Menyukai dunia tulis-menulis. Karya-karyanya berupa puisi dan cerpen termuat di berbagai harian di Manado. Pernah 2 tahun 3 bulan bekerja dan tinggal di gorontalo. Bergiat di Komunitas Bibir Pena Manado, Komunitas Tanpa Nama Gorontalo dan Redaktur Jurnal Kebudayaan Tanggomo. Puisinya ikut dalam Antologi Tarian Ilalang, 2010. Antologi Hafsa Publisher, Puisi Kasih, 2010, Antologi Indonesia Berkaca, 2011, Antologi Sepuluh Kelok di Mouseland, 2011 dan Bunga Rampai Cerpen dan Puisi Tuah Tara No Ate TSI ke-4, Ternate 2011. Saat ini masih setia melajang dan menekuni dunia usaha kecil-kecilan di Manado sembari terus belajar menulis puisi dan cerpen.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
Sajak-Sajak Pertiwi
Nurel Javissyarqi
Fikri. MS
Imamuddin SA
Mardi Luhung
Denny Mizhar
Isbedy Stiawan ZS
Raudal Tanjung Banua
Sunlie Thomas Alexander
Beni Setia
Budhi Setyawan
Dahta Gautama
Dimas Arika Mihardja
Dody Kristianto
Esha Tegar Putra
Heri Latief
Imron Tohari
Indrian Koto
Inggit Putria Marga
M. Aan Mansyur
Oky Sanjaya
W.S. Rendra
Zawawi Se
Acep Zamzam Noor
Afrizal Malna
Agit Yogi Subandi
Ahmad David Kholilurrahman
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Akhmad Muhaimin Azzet
Alex R. Nainggolan
Alfiyan Harfi
Amien Wangsitalaja
Anis Ceha
Anton Kurniawan
Benny Arnas
Binhad Nurrohmat
Dina Oktaviani
Endang Supriadi
Fajar Alayubi
Fitri Yani
Gampang Prawoto
Heri Listianto
Hudan Nur
Indra Tjahyadi
Javed Paul Syatha
Jibna Sudiryo
Jimmy Maruli Alfian
Joko Pinurbo
Kurniawan Yunianto
Liza Wahyuninto
Mashuri
Matroni el-Moezany
Mega Vristian
Mujtahidin Billah
Mutia Sukma
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Rukmi Wisnu Wardani
S Yoga
Salman Rusydie Anwar
Sapardi Djoko Damono
Saut Situmorang
Sihar Ramses Simatupang
Sri Wintala Achmad
Suryanto Sastroatmodjo
Syaifuddin Gani
Syifa Aulia
TS Pinang
Taufiq Wr. Hidayat
Tengsoe Tjahjono
Tjahjono Widijanto
Usman Arrumy
W Haryanto
Y. Wibowo
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
Abdul Wachid B.S.
Abi N. Bayan
Abidah el Khalieqy
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Nurullah
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Alunk Estohank
Alya Salaisha-Sinta
Amir Hamzah
Arif Junianto
Ariffin Noor Hasby
Arina Habaidillah
Arsyad Indradi
Arther Panther Olii
Asa Jatmiko
Asrina Novianti
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Baban Banita
Badruddin Emce
Bakdi Sumanto
Bambang Kempling
Beno Siang Pamungkas
Bernando J. Sujibto
Budi Palopo
Chavchay Syaifullah
D. Zawawi Imron
Dea Anugrah
Dedy Tri Riyadi
Dian Hardiana
Dian Hartati
Djoko Saryono
Doel CP Allisah
Dwi S. Wibowo
Edi Purwanto
Eimond Esya
Emha Ainun Nadjib
Enung Nur Laila
Evi Idawati
F Aziz Manna
F. Moses
Fahmi Faqih
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fatah Yasin Noor
Firman Nugraha
Firman Venayaksa
Firman Wally
Fitra Yanti
Fitrah Anugrah
Galih M. Rosyadi
Gde Artawan
Goenawan Mohamad
Gus tf Sakai
Hamdy Salad
Hang Kafrawi
Haris del Hakim
Hasan Aspahani
Hasnan Bachtiar
Herasani
Heri Kurniawan
Heri Maja Kelana
Herry Lamongan
Husnul Khuluqi
Idrus F Shihab
Ira Puspitaningsih
Irwan Syahputra
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jafar Fakhrurozi
Johan Khoirul Zaman
Juan Kromen
Jun Noenggara
Kafiyatun Hasya
Kazzaini Ks
Kedung Darma Romansha
Kika Syafii
Kirana Kejora
Krisandi Dewi
Kurniawan Junaedhie
Laela Awalia
Lailatul Kiptiyah
Leon Agusta
Leonowens SP
M. Harya Ramdhoni
M. Raudah Jambakm
Mahmud Jauhari Ali
Maman S Mahayana
Marhalim Zaini
Misbahus Surur
Mochtar Pabottingi
Mugya Syahreza Santosa
Muhajir Arifin
Muhammad Ali Fakih
Muhammad Amin
Muhammad Aris
Muhammad Yasir
Nana Riskhi Susanti
Nanang Suryadi
Nirwan Dewanto
Nunung S. Sutrisno
Nur Wahida Idris
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Oka Rusmini
Pandapotan M.T. Siallagan
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Petrus Nandi
Pranita Dewi
Pringadi AS
Pringgo HR
Putri Sarinande
Putu Fajar Arcana
Raedu Basha
Remmy Novaris D.M.
Rey Baliate
Ria Octaviansari
Ridwan Rachid
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Robin Dos Santos Soares
Rozi Kembara
Sahaya Santayana
Saiful Bakri
Samsudin Adlawi
Satmoko Budi Santoso
Sindu Putra
Sitok Srengenge
Skylashtar Maryam
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sunaryono Basuki Ks
Sungging Raga
Susi Susanti
Sutan Iwan Soekri Munaf
Suyadi San
Syukur A. Mirhan
Tan Lioe Ie
Tarpin A. Nasri
Taufik Hidayat
Taufik Ikram Jamil
Teguh Ranusastra Asmara
Thoib Soebhanto
Tia Setiadi
Timur Sinar Suprabana
Tita Tjindarbumi
Tjahjono Widarmanto
Toni Lesmana
Tosa Poetra
Triyanto Triwikromo
Udo Z. Karzi
Ulfatin Ch
Umar Fauzi Ballah
Wahyu Heriyadi
Wahyu Prasetya
Wayan Sunarta
Widya Karima
Wiji Thukul
Wing Kardjo
Y. Thendra BP
Yopi Setia Umbara
Yusuf Susilo Hartono
Yuswan Taufiq
Zeffry J Alkatiri
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar