http://sastra-indonesia.com/
TEMBOK DAN GELOMBANG
(1)
sekuat-kuat gelombang
harus lebih kuat tembok
karena puncak kekuasaan
adalah ideologi gembok
tembok didirikan sekukuh-kukuhnya
agar gelombang terbentur sia-sia
gelombang direndam
menjadi ombak semilir
gelombang itu alam
tembok itu teknologi
kekuasaan timbul tenggelam
sedang jiwamu abadi
(2)
berhentilah memenjaraku
sebab jeruji besi dan sel pengurungku
terletak di dalam dadamu sendiri
tanpa bisa kemanapun kau pindahkan
kalau kau usir
kau pikir kemana aku hendak pergi
sedang lubuk jiwamu itulah alam semestaku
aku berumah di keremangan jiwamu
bilikku tersembunyi di balik kesunyian nuranimu
jadi berhentilah mendirikan tembok-tembok
karena toh aku bukan gumpalan benda yang bisa kau kurung
tak usah pula repot membakar dan memusnahkanku
sebab toh hakekatku memang musnah dan tiada
kau sang aku ini gerak atau semacam gerakan
padahal tak kupunyai apapun yang bisa kugerakkan
dan apabila kau jumpai bayangan gerak
pada yang kau sebut aku
hendaklah jelas bagimu bahwa hanya Tuhan
yang sanggup memantulkan diriNya sendiri
aku membesar-besarkanmu dan kau membesar-besarkanku
kita saling merasa terancam oleh enerji yang mendesak-desak
padahal ia hanyalah air nuranimu sendiri yang menggelombang
dan sebagaimana udara yang berhembus
ia berasal dari ruh uluhiyah kita sendiri
kita saling memandang melalui metoda benda
kita saling bersentuhan lewat tahayul peristiwa-peristiwa
padahal di awal dan akhir nanti akan ternyata
yang kita sangka kita bukanlah kita
engkau bisa menangkap benda
tapi geraknya luput dari kuasamu
engkau bisa menghentikan peristiwa
tetapi arusnya lolos dari cengkeramanmu
engkau bisa membendung air
tapi gelombangnya melompatimu ke masa depan
engkau bisa membuntu udara
tapi tenaganya memergokimu
di tempat yang tak kau duga
jadi sudahlah
untuk apa kau bungkam mulutku
sedangkan yang bersuara adalah mulutku
untuk apa engkau stop langkahku
sedangkan yang berjalan adalah sanubarimu sendiri
sedangkan yang bergema adalah pekikan hatimu sendiri
bergaung melintasi segala angkasa
menembus seluruh langit
mengatasi Negara-negara dan propinsi-propinsi
melompati kepulauan, samudera dan benua-benua
maka untuk apa engkau bungkam suaraku
karena toh kesunyian lebih berteriak dibandingkan mulutku
untuk apa kau habiskan tenaga
untuk membangun pagar dan rambu-rambu
sedang setiap menjelang tidur
selalu engkau diseret kembali oleh gelombang itu.
ABRACADABRA, KITA SEMBUNYI
abracadabra kita tiarap
karena tak ada janji peluru itu
tidak untuk ditembakkan ke jidat kita
abracadabra kita sembunyi
karena kata merdeka masih belum selesai diperdebatkan
abracadabra kita masuk liang-liang gelap
karena tak ada siapa-siapa yang menjamin apa-apa
abracadabra kita cuma bisa mabuk
sehingga kita tidak tahu bahwa kita mabuk
abracadabra kita semakin mabuk
karena setiap ingatan terlalu menusuk
Tuhan, kamu jangan tertawa
nyawa kami tidak hilang, hanya ketlingsut entah dimana
dengarkan tetap kami puja keperkasaan Mu
dalam kekaguman kami kepada diri kami sendiri
yang tetap bisa hidup
tanpa hak bicara dan peluang untuk berbagi
tidakkah kamu terharu menyaksikan kepengecutan kami?
dan mungkinkah kamu mengutuk rasa takut dalam jiwa kami
sedangkan ketakutan adalah anugerah Mu sendiri?
abracadabra otak kita bercanggih-canggih mengembara
berebut tema-tema yang tak ada hubungannya dengan apa-apa
abracadabra kita berjoget
karena sisa rakhmat Mu yang bisa dinikmati hanyalah situasi-situasi lupa
abracadabra kita meniup balon-balon kosong
abracadabra kita menggelembungkan tahayul agama
halusinasi politik dan mitos-mitos kesenian
abracadabra kita bercumbu dengan gincu ilmu omong kosong
abracadabra kita jatuh
terserimpung oleh langkah kita sendiri
abracadabra kita berlari ke utara
tiba-tiba dihadang oleh selatan
abracadabra kita terjun ke air, ternyata batu
abracadabra kita mengulum api
kita tersenggak oleh asap-asap yang semakin membumbung ke ubun-ubun kita
abracadabra baru kita tahu apa yang dianggap mengganggu ketenteraman?
ialah
KEBENARAN
abracadabra gerangan apa yang bagi mereka merusak tatanan?
ialah
KEADILAN
abracadabra dan apa kiranya puncak kejahatan?
namanya
KEBEBASAN
*) Dari Kumpulan Puisi “Doa Mohon Kutukan” Risalah Gusti 1995
RUMAH COR API
demi keadilan
hukum disingkirkan
demi kebenaran
pengabulan ganti rugi dibatalkan
demi ketenteraman
air ludah harus kembali ditelan
karena cahaya kemajuan harus memancar
maka panduan dan penerangan harus luas tersebar
karena program-program pembangunan harus lancar
maka terkadang pasar ini dan bangunan itu harus dibakar
lihatlah rumah-rumah cor api
lihatlah gedung-gedung berdiri di atas kuburan
batu-batanya terbuat dari kesengsaraan dan airmata
tembok-temboknya rekat oleh akumulasi ratapan
tiang-tiangnya tegak karena disangga oleh pengorbanan
diseberang itu engkau memandang
rumah-rumah didirikan
dekat di sisiku aku saksikan
rumah-rumah digilas dan dirobohkan
nun disana engkau melihat
rumah-rumah disusun-susun
nun disini aku menatap
perduduk terusir berduyun-duyun
ketika engkau berdiri di depan
hamparan tanah luas yang engkau beli
untuk mendirikan ratusan rumah
dan ribuan pemukiman manusia abad 21
pernahkah terlintas di kepalamu
ingatan tentang beribu-ribu saudara-saudaramu
yang kehilangan tanahnya
pernahkah engkau ingat betapa beribu-ribu orang itu
tak dianggap memiliki hak untuk mempertahankan tanahnya
dan ketika mereka terpaksa menjualnya
mereka juga tak dianggap memiliki hak untuk menentukan
harga petak-petak tanah mereka
ketika engkau menempati rumah itu
tahukah engkau, siapa nama tukang-tukang
yang menumpuk bata-batanya
yang mengangkut pasir dan memasang genting-genting
ketika engkau memijakkan kakiku di lantai rumahmu
dan meletakkan punggungmu di kasur ranjang
pernahkan engkau catat kemungkinan muatan
korupsi dan kolusi di dalam proses pembuatannya
sejak tahap tender
sampai pemasangan cungkup puncaknya
bagi berjuta-juta saudara-saudaramu
yang tak senasib dengan denganmu
yang bertempat tinggal tidak di pusat uang dan kekuasaan
pernahkah engkau sekedar berdoa saja
bagi kesejahteraan mereka
dunia sudah amat tua
darahnya kita hisap bersama-sama
kehidupan semakin rapuh
dan sakit kita tidak semakin sembuh
langit robek-robek
badan kita akan semakin dipanggang hawa panas
sejumlah pulau akan tenggelam
lainnya menjadi rawa-rawa
anak cucumu akan hidup sengsara
karena ransum alam bagi masa depan
telah dihisap dengan semena-mena.
1994
TAK KUNJUNG DATANG
aku nantikan
kami rindukan
telinga yang mendengarkan
hati yang mengerti
di negeri ini
berpuluh tahun
terasa ngunngun
kami mencari dan bingung
pemimpin yang paham
dan melapangkan
tak kunjung datang
ataukah memang
tak dilahirkan oleh Tuhan
aku dambakan
kami impikan
pidato yang menentramkan
perlakuan sejuk dan pembebasan
sekian lama
engkau janjikan
horison keterbukaan
bukan penyempitan dan pengkotakan
tetapi kapan?
ia tak menjelang
jaman berlalu
dan menipu
kau tak belajar memahami
selain mau mu sendiri
tak tau beda
antara penguasa
dan pemimpin bangsa.
*) Salah satu lagu dari album “perahu Retak”, nyanyian Franky Sahilatua, liriknya Emha Ainun Nadjib.
KAMBING
kambing semacam itu pernah kau jumpaikah
yakni yang menyusu ke putingnya sendiri
sehingga tulang punggungnya patah
dan anak-anaknya haus roboh terkulai
kambing semacam itu pernah kau jumpaikah
yang membuntu lobang putingnya sendiri
seluruh air susu tubuhnya ia monopoli
hingga akhirnya mati sendiri
hanya manusialah yang demikian
jenis hewan yang diperbudak keserakahan
mencakar-cakar orang lain dengan kuku setan
sesudah uzur usia baru disiksa kecemasan
kata almuhammadi itulah jenis kebodohan
orang tak belajar kepada zakat dan kasih
makin kaya makin ditimpa kemiskinan
akhirnya dari jiwanya sendiri tersisih
1986
TAHAJJUD CINTAKU
Mahaanggun Tuhan yang menciptakan hanya kebaikan
Mahaagung ia yang mustahil menganugerahkan keburukan
Apakah yang menyelubungi kehidupan ini selain cahaya
Kegelapan hanyalah ketika taburan cahaya tak diterima
Kecuali kesucian tidaklah Tuhan berikan kepada kita
Kotoran adalah kesucian yang hakikatnya tak dipelihara
Katakan kepadaku adakah neraka itu kufur dan durhaka
Sedang bagi keadilan hukum ia menyediakan dirinya
Ke mana pun memandang yang tampak ialah kebenaran
Kebatilan hanyalah kebenaran yang tak diberi ruang
Mahaanggun Tuhan yang menciptakan hanya kebaikan
Suapi ia makanan agar tak lapar dan berwajah keburukan
Tuhan kekasihku tak mengajari apa pun kecuali cinta
Kebencian tak ada kecuali cinta kau lukai hatinya
1988
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
Sajak-Sajak Pertiwi
Nurel Javissyarqi
Fikri. MS
Imamuddin SA
Mardi Luhung
Denny Mizhar
Isbedy Stiawan ZS
Raudal Tanjung Banua
Sunlie Thomas Alexander
Beni Setia
Budhi Setyawan
Dahta Gautama
Dimas Arika Mihardja
Dody Kristianto
Esha Tegar Putra
Heri Latief
Imron Tohari
Indrian Koto
Inggit Putria Marga
M. Aan Mansyur
Oky Sanjaya
W.S. Rendra
Zawawi Se
Acep Zamzam Noor
Afrizal Malna
Agit Yogi Subandi
Ahmad David Kholilurrahman
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Akhmad Muhaimin Azzet
Alex R. Nainggolan
Alfiyan Harfi
Amien Wangsitalaja
Anis Ceha
Anton Kurniawan
Benny Arnas
Binhad Nurrohmat
Dina Oktaviani
Endang Supriadi
Fajar Alayubi
Fitri Yani
Gampang Prawoto
Heri Listianto
Hudan Nur
Indra Tjahyadi
Javed Paul Syatha
Jibna Sudiryo
Jimmy Maruli Alfian
Joko Pinurbo
Kurniawan Yunianto
Liza Wahyuninto
Mashuri
Matroni el-Moezany
Mega Vristian
Mujtahidin Billah
Mutia Sukma
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Rukmi Wisnu Wardani
S Yoga
Salman Rusydie Anwar
Sapardi Djoko Damono
Saut Situmorang
Sihar Ramses Simatupang
Sri Wintala Achmad
Suryanto Sastroatmodjo
Syaifuddin Gani
Syifa Aulia
TS Pinang
Taufiq Wr. Hidayat
Tengsoe Tjahjono
Tjahjono Widijanto
Usman Arrumy
W Haryanto
Y. Wibowo
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
Abdul Wachid B.S.
Abi N. Bayan
Abidah el Khalieqy
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Nurullah
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Alunk Estohank
Alya Salaisha-Sinta
Amir Hamzah
Arif Junianto
Ariffin Noor Hasby
Arina Habaidillah
Arsyad Indradi
Arther Panther Olii
Asa Jatmiko
Asrina Novianti
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Baban Banita
Badruddin Emce
Bakdi Sumanto
Bambang Kempling
Beno Siang Pamungkas
Bernando J. Sujibto
Budi Palopo
Chavchay Syaifullah
D. Zawawi Imron
Dea Anugrah
Dedy Tri Riyadi
Dian Hardiana
Dian Hartati
Djoko Saryono
Doel CP Allisah
Dwi S. Wibowo
Edi Purwanto
Eimond Esya
Emha Ainun Nadjib
Enung Nur Laila
Evi Idawati
F Aziz Manna
F. Moses
Fahmi Faqih
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fatah Yasin Noor
Firman Nugraha
Firman Venayaksa
Firman Wally
Fitra Yanti
Fitrah Anugrah
Galih M. Rosyadi
Gde Artawan
Goenawan Mohamad
Gus tf Sakai
Hamdy Salad
Hang Kafrawi
Haris del Hakim
Hasan Aspahani
Hasnan Bachtiar
Herasani
Heri Kurniawan
Heri Maja Kelana
Herry Lamongan
Husnul Khuluqi
Idrus F Shihab
Ira Puspitaningsih
Irwan Syahputra
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jafar Fakhrurozi
Johan Khoirul Zaman
Juan Kromen
Jun Noenggara
Kafiyatun Hasya
Kazzaini Ks
Kedung Darma Romansha
Kika Syafii
Kirana Kejora
Krisandi Dewi
Kurniawan Junaedhie
Laela Awalia
Lailatul Kiptiyah
Leon Agusta
Leonowens SP
M. Harya Ramdhoni
M. Raudah Jambakm
Mahmud Jauhari Ali
Maman S Mahayana
Marhalim Zaini
Misbahus Surur
Mochtar Pabottingi
Mugya Syahreza Santosa
Muhajir Arifin
Muhammad Ali Fakih
Muhammad Amin
Muhammad Aris
Muhammad Yasir
Nana Riskhi Susanti
Nanang Suryadi
Nirwan Dewanto
Nunung S. Sutrisno
Nur Wahida Idris
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Oka Rusmini
Pandapotan M.T. Siallagan
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Petrus Nandi
Pranita Dewi
Pringadi AS
Pringgo HR
Putri Sarinande
Putu Fajar Arcana
Raedu Basha
Remmy Novaris D.M.
Rey Baliate
Ria Octaviansari
Ridwan Rachid
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Robin Dos Santos Soares
Rozi Kembara
Sahaya Santayana
Saiful Bakri
Samsudin Adlawi
Satmoko Budi Santoso
Sindu Putra
Sitok Srengenge
Skylashtar Maryam
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sunaryono Basuki Ks
Sungging Raga
Susi Susanti
Sutan Iwan Soekri Munaf
Suyadi San
Syukur A. Mirhan
Tan Lioe Ie
Tarpin A. Nasri
Taufik Hidayat
Taufik Ikram Jamil
Teguh Ranusastra Asmara
Thoib Soebhanto
Tia Setiadi
Timur Sinar Suprabana
Tita Tjindarbumi
Tjahjono Widarmanto
Toni Lesmana
Tosa Poetra
Triyanto Triwikromo
Udo Z. Karzi
Ulfatin Ch
Umar Fauzi Ballah
Wahyu Heriyadi
Wahyu Prasetya
Wayan Sunarta
Widya Karima
Wiji Thukul
Wing Kardjo
Y. Thendra BP
Yopi Setia Umbara
Yusuf Susilo Hartono
Yuswan Taufiq
Zeffry J Alkatiri
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar