http://www2.kompas.com/
Sungai dan Muara
Kesepian telah meyakinkan kita
Bahwa setiap sudut bumi menyimpan sisi gelap
Yang berbeda. Dari getar tanganmu aku dapat meraba
Musim dingin tak pernah memadamkan matahari sepenuhnya
Sedang dari mataku kau melihat hujan segera menyusut
Lalu kita berpelukan seperti dua musim yang bertemu
Dalam kesepian yang sama. Kita menyalakan tungku di kamar
Sambil membakar seluruh pakaian dan keyakinan kita
Menjadi asap yang memenuhi ruang dan waktu
Kita tak mengundang salju turun membasahi ranjang
Tapi detik-detik menggenang dari cucuran keringat kita
Kuraba setiap lekuk tubuhmu seperti meraba setiap sudut
Bola dunia. Aku tergelincir di belahan bumi yang landai
Atau terengah di belahan lain yang berbukit-bukit
Lalu kausentuh kemarauku dengan tangan musim semimu
Hingga rumput-rumput menghijau di seluruh tubuhku
Dan kita berciuman seperti bertemunya sungai dan muara
Yang saling mengisi dan sekaligus melepaskan
Menjadi Penyair Lagi
Melva, di Karang Setra, kutemukan helai-helai rambutmu
Di lantai keramik yang licin. Aku selalu terkenang kepadamu
Setiap melihat iklan sabun, shampo atau pasta gigi
Atau setiap menyaksikan penyanyi dangdut di televisi
Kini aku sendirian di hotel ini dan merasa
Menjadi penyair lagi. Bau parfummu yang memabukkan
Tiba-tiba menyelinap lewat pintu kamar mandi
Dan menyerbuku bagaikan baris-baris puisi
Kau tahu, Melva, aku selalu gemetar oleh kata-kata
Sedang bau aneh dari tengkuk, leher dan ketiakmu itu
Telah menjelmakan kata-kata juga
Kini aku sendirian di hotel ini dan merasa
Menjadi penyair lagi. Helai-helai rambutmu yang kecoklatan
Kuletakkan dengan hati-hati di atas meja kaca
Bersama kertas, rokok dan segelas kopi. Lalu kutulis puisi
Ketika kurasakan bibirmu masih tersimpan di mulutku
Ketika suaramu masih memenuhi telinga dan pikiranku
Kutulis puisi sambil mengingat-ingat warna sepatu
Celana dalam, BH serta ikat pinggangmu
Yang dulu kautinggalkan di bawah ranjang
Sebagai ucapan selamat tinggal
Tidak, Melva, penyair tidak sedih karena ditinggalkan
Juga tidak sakit karena akhirnya selalu dikalahkan
Penyair tidak menangis karena dikhianati
Juga tidak pingsan karena mulutnya dibungkam
Penyair akan mati apabila kehilangan tenaga kata-kata
Atau kata-kata saktinya berubah menjadi prosa:
Misalkan peperangan yang tak henti-hentinya
Pembajakan, pesawat jatuh, banjir atau gempa bumi
Misalkan korupsi yang tak habis-habisnya di negeri ini
Kerusuhan, penjarahan, perkosaan atau semacamnya
O, aku sendirian di sini dan merasa menjadi penyair lagi
Perubahan
Kami menunggu seseorang
Menunggu seseorang yang membawa obor
Dan menyimpan bajak serta lunas perahu di matanya
Mengaku bukan penyair atau pegawai negeri
Berbicara dengan bahasa sederhana dan mengerti
Persoalan sehari-hari. Sudah lama kami tegang
Kami melihat arus sungai yang deras
Menyaksikan gerak air di antara batu-batu
Airmata kami runtuh juga akhirnya
Sepanjang jalan kami menundukkan kepala
Menghitung langkah kaki
Kami luluh dan kami pun bisu
Kami seperti orang-orang asing di sini
Tak tahu apapun yang akan terjadi
Kami mengubur kata-kata di dasar hati
Menyumbat kedua telinga
Perubahan yang kami rindukan
Tak kunjung terucapkan
Kau pun Tahu
Kau pun tahu, tak ada lagi cinta
Dalam pengembaraanku
Bintang-bintang yang kuburu
Semua meninggalkanku
Lampu-lampu sepanjang jalan
Padam, semua rambu seakan
Menunjuk ke arah jurang
Kau pun tahu, tak ada lagi cinta
Dalam setiap ucapanku
Suara yang masih terdengar
Berasal dari kegelapan
Kata-kata yang kusemburkan
Menjadi asing dan mengancam
Seperti bunyi senapan
Kau pun tahu, tak ada lagi cinta
Dalam puisi-puisiku
Kota telah dipenuhi papan-papan iklan
Maklumat-maklumat ditulis orang
Dengan kasar dan tergesa-gesa
Mereka yang berteriak
Tak jelas maunya apa
Kau pun tahu, tak ada lagi cinta
Dalam doa-doaku
Aku sembahyang di comberan
Menjalani hidup tanpa keyakinan
Perempuan-perempuan yang kupuja
Seperti juga para pemimpin itu –
Semuanya tak bisa dipercaya
Kau pun tahu, tak ada lagi cinta
Di negeriku yang busuk ini
Pidato dan kentut sulit dibedakan
Begitu juga tertawa dan menangis
Mereka yang lelap tidur
Bangunnya pada kesiangan
Padahal ingin disebut pahlawan
Terbelah
Pertempuran demi pertempuran telah melumpuhkanku
Sedang langit mengurungku dengan mendung kemurungannya
Tariklah sedikit ujung kerudungmu, Siti
Biar langit mengendurkan urat-uratnya dan bumi yang lelah
Sejenak istirah dari pergolakannya yang abadi
Dari bibirmu seratus patung keindahan telah dipahatkan
Sedang senyumanmu dikekalkan seribu puisi
Tapi di tanganku, Siti, kwas seperti kehilangan gema
Dalam genggamanku pena seperti kehabisan suara
Belantara nilai terlalu rumit dalam otakku
Sungai-sungai kemiskinan bermuara di mataku
Aku bukan pelukis, Siti, yang riang dalam sunyi
Bukan penyair seperti Attar atau Rumi
Mulutku busuk meniupkan bau rumah sakit
Sedang telingaku deras mengalirkan kotoran pabrik
Dunia terlalu panas bagi perasaanku yang berminyak
Singkaplah sedikit kerudungmu, Siti
Aku ingin berenang sepanjang kemurnianmu
Ingin berwuduk dalam ketulusanmu
Gerimiskanlah airmatamu, Siti
Dan hujankanlah kata-katamu agar semesta pucat
Agar langit meruntuhkan keangkuhannya di hatiku
Sekali lagi, Siti, sekali lagi
Aku bukan pelukis
Bukan penyair
Seperti Puisi
Seperti puisi dulu aku mengenalmu
Dekat danau tenang, dekat rumput ilalang
Matahari menyalakan kita
Dalam kobaran rindu. Seperti puisi aku menyentuhmu
Dengan jemari embun
Seperti puisi
Aku memandikanmu dalam pagi yang menggenang
Betapa panjang jika harus kucatat dalam kalimat
Atau kunyanyikan lewat balada
Seperti puisi gairah ini kupadatkan, rindu ini
Kukentalkan. Tahun-tahun kuringkas, abad-abad kusingkat
Negeri-negeri kulebur, kekuasaan-kekuasaan kusulap
Menjadi sekedar kesunyian
Seperti dulu aku mengenalmu dekat danau tenang
Dekat rumput ilalang
Seperti puisi yang datang dan menghilang
Jika kukenangkan sebuah pulau, laut dan langit
Alangkah jauhnya kita:
Aku telah menemukanmu dari dunia lain
Tapi kau tak kunjung menjumpaiku di lagu-lagu
Di ayat-ayat suci, di baris-baris puisi
Padahal aku dekat sekali denganmu
Bicara pada hatimu dan menjadi pakaian tidurmu
Padahal aku sering menuntunmu ke sebuah pulau
Bercerita tentang laut dan langit biru
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
Sajak-Sajak Pertiwi
Nurel Javissyarqi
Fikri. MS
Imamuddin SA
Mardi Luhung
Denny Mizhar
Isbedy Stiawan ZS
Raudal Tanjung Banua
Sunlie Thomas Alexander
Beni Setia
Budhi Setyawan
Dahta Gautama
Dimas Arika Mihardja
Dody Kristianto
Esha Tegar Putra
Heri Latief
Imron Tohari
Indrian Koto
Inggit Putria Marga
M. Aan Mansyur
Oky Sanjaya
W.S. Rendra
Zawawi Se
Acep Zamzam Noor
Afrizal Malna
Agit Yogi Subandi
Ahmad David Kholilurrahman
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Akhmad Muhaimin Azzet
Alex R. Nainggolan
Alfiyan Harfi
Amien Wangsitalaja
Anis Ceha
Anton Kurniawan
Benny Arnas
Binhad Nurrohmat
Dina Oktaviani
Endang Supriadi
Fajar Alayubi
Fitri Yani
Gampang Prawoto
Heri Listianto
Hudan Nur
Indra Tjahyadi
Javed Paul Syatha
Jibna Sudiryo
Jimmy Maruli Alfian
Joko Pinurbo
Kurniawan Yunianto
Liza Wahyuninto
Mashuri
Matroni el-Moezany
Mega Vristian
Mujtahidin Billah
Mutia Sukma
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Rukmi Wisnu Wardani
S Yoga
Salman Rusydie Anwar
Sapardi Djoko Damono
Saut Situmorang
Sihar Ramses Simatupang
Sri Wintala Achmad
Suryanto Sastroatmodjo
Syaifuddin Gani
Syifa Aulia
TS Pinang
Taufiq Wr. Hidayat
Tengsoe Tjahjono
Tjahjono Widijanto
Usman Arrumy
W Haryanto
Y. Wibowo
A. Mustofa Bisri
A. Muttaqin
Abdul Wachid B.S.
Abi N. Bayan
Abidah el Khalieqy
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Nurullah
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Alunk Estohank
Alya Salaisha-Sinta
Amir Hamzah
Arif Junianto
Ariffin Noor Hasby
Arina Habaidillah
Arsyad Indradi
Arther Panther Olii
Asa Jatmiko
Asrina Novianti
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Baban Banita
Badruddin Emce
Bakdi Sumanto
Bambang Kempling
Beno Siang Pamungkas
Bernando J. Sujibto
Budi Palopo
Chavchay Syaifullah
D. Zawawi Imron
Dea Anugrah
Dedy Tri Riyadi
Dian Hardiana
Dian Hartati
Djoko Saryono
Doel CP Allisah
Dwi S. Wibowo
Edi Purwanto
Eimond Esya
Emha Ainun Nadjib
Enung Nur Laila
Evi Idawati
F Aziz Manna
F. Moses
Fahmi Faqih
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Fatah Yasin Noor
Firman Nugraha
Firman Venayaksa
Firman Wally
Fitra Yanti
Fitrah Anugrah
Galih M. Rosyadi
Gde Artawan
Goenawan Mohamad
Gus tf Sakai
Hamdy Salad
Hang Kafrawi
Haris del Hakim
Hasan Aspahani
Hasnan Bachtiar
Herasani
Heri Kurniawan
Heri Maja Kelana
Herry Lamongan
Husnul Khuluqi
Idrus F Shihab
Ira Puspitaningsih
Irwan Syahputra
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jafar Fakhrurozi
Johan Khoirul Zaman
Juan Kromen
Jun Noenggara
Kafiyatun Hasya
Kazzaini Ks
Kedung Darma Romansha
Kika Syafii
Kirana Kejora
Krisandi Dewi
Kurniawan Junaedhie
Laela Awalia
Lailatul Kiptiyah
Leon Agusta
Leonowens SP
M. Harya Ramdhoni
M. Raudah Jambakm
Mahmud Jauhari Ali
Maman S Mahayana
Marhalim Zaini
Misbahus Surur
Mochtar Pabottingi
Mugya Syahreza Santosa
Muhajir Arifin
Muhammad Ali Fakih
Muhammad Amin
Muhammad Aris
Muhammad Yasir
Nana Riskhi Susanti
Nanang Suryadi
Nirwan Dewanto
Nunung S. Sutrisno
Nur Wahida Idris
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Oka Rusmini
Pandapotan M.T. Siallagan
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Petrus Nandi
Pranita Dewi
Pringadi AS
Pringgo HR
Putri Sarinande
Putu Fajar Arcana
Raedu Basha
Remmy Novaris D.M.
Rey Baliate
Ria Octaviansari
Ridwan Rachid
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Robin Dos Santos Soares
Rozi Kembara
Sahaya Santayana
Saiful Bakri
Samsudin Adlawi
Satmoko Budi Santoso
Sindu Putra
Sitok Srengenge
Skylashtar Maryam
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sunaryono Basuki Ks
Sungging Raga
Susi Susanti
Sutan Iwan Soekri Munaf
Suyadi San
Syukur A. Mirhan
Tan Lioe Ie
Tarpin A. Nasri
Taufik Hidayat
Taufik Ikram Jamil
Teguh Ranusastra Asmara
Thoib Soebhanto
Tia Setiadi
Timur Sinar Suprabana
Tita Tjindarbumi
Tjahjono Widarmanto
Toni Lesmana
Tosa Poetra
Triyanto Triwikromo
Udo Z. Karzi
Ulfatin Ch
Umar Fauzi Ballah
Wahyu Heriyadi
Wahyu Prasetya
Wayan Sunarta
Widya Karima
Wiji Thukul
Wing Kardjo
Y. Thendra BP
Yopi Setia Umbara
Yusuf Susilo Hartono
Yuswan Taufiq
Zeffry J Alkatiri
Zehan Zareez
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar