Selasa, 18 November 2008

Sajak-Sajak Esha Tegar Putra

http://jurnalnasional.com/
Orang Ladang

tujuh petang menukak punggungnya, di bukit
ingin mencakau alang-alang. niat tinggal kalimat
tujuh petang gigih menikam, menyansam,
mirip ragam umbi yang ditanak dalam periuk
teruka ini tinggal batas, tinggal jejak, sebab di bukit
ia tumbuh dan menyusup ke dalam lempung tanah

tujuh petang menukak punggungnya, di ladang
ada yang tak pernah hafal desau biola, segelas anggur
atau niat untuk membangun rumah pasir di tepi pantai
sebab ia orang ladang. ia lesap ketika mengejar tupai dan beruk,
dia rapal musim petik kopi
dan ketukan yang berkali pada pintu dangau
ia tahu siapa yang tiba

maksud hanya menukak tanah lalu tanam. menanam
lalu petik. tapi sepi berkuasa terlalu dalam
ia ingin bertuju pada sebuah jalan batu, simpang
dengan udara masam, ilalang kering merabuk
ke sebuah tempat di mana tupai dan beruk berdamai,
bersamanya. mereka akan berkejaran di bukit
dalam botol anggur,
lalu mereka akan lelap di desau biola

tujuh senja adalah ia yang ingin berladang
pada sebuah tanah yang bernama puisi
yang berlari, yang terhenti, ia tetap orang ladang

Kandangpadati, 2008



Tampuk

ke tampuk batang jambu,
bila inginmu ikut bergelantung
kelamaan akan terhitung
mumbang yang berjatuhan dari sebelah
sebelum hijau memerah, batang rapuh melapuk,
tampuk merabuk

baiknya lubang atau kulit tergelubik
pecah dipijak serangga mabuk
dan membiarlah rampai hari tergujai.
biar bibir-bibir angin menikahi lumut
diam akan jadi berkah buah di penghujung bulan hujan
berkah air menikahi tanah, membiarlah.
ke tampuk, tetap kita akan mengembali
sebab waktu abadi di tumbuh-patahnya tampuk

ke kelok angin lihatlah,
“adakah tampak sepasang murai
sedang terbang mencari hinggap?”
padahal kaki sebelah luka dibawa berharap pada sayap

merabuk juga ini waktu
cerita makin pasi didendang hari. berkali menjalin kata,
berkali-kali tersungkur batu pijakan
barangkali tampuk, tempat tuju, menjadi lurah
bertumbuk jalan. biar jatuh jadi pokok pencarian lain
selain ingin bergelantung
mungkin batang jambu akan tumbuh
di tepian bebatu lurah

Kandangpadati, 2008



Sakit

dalam parak, gugusan daun
memendam kampung dalam lebam

serupa tungku, serupa abu,
serupa batu yang pecah diamuk bara
dan kubaca kau dalam igau
dalam parau tidur yang tak jadi nyata

rupanya rasa membilah hari
lewat tarian bulan garang

ingatlah yang berzanji
menyadap sebatang nira di lurah bermiang
dalam haus, lalu mereguk pincuran matanya
yang lahir dari ubun-ubun bukit sakit

Kandangpadati, 2008



Di Gelungan Rambut

di gelungan rambutmu telah kutanam rimba
tempat panas percintaan kita dengan kabut
bersemayam. dan kau telah menukak tanahnya
dengan garang, lalu menancapkan kota,
membuat sumur dalam yang penuh liur serigala.
mengingatnya, aku jadi rindu pada percintaan
masam tanpa garam. ingin aku bergumul lagi
dengan hamparan ilalang panjang. membiarkan tubuh
gatal dan mata yang memendam hujan lebat. maka
akan kita selusuri lagi
lekuk bukit, ceruk lembah, dari ketiadan

sumpah, di gelungan rambutmu telah kusembunyikan
beragam kerinduan dan kau akan menemui diriku
di lain waktu. seketika kota dengan beragam
bangunan yang kau tancapkan menjadi ingatan gilamu
pada percintaan kita. kau akan bersigegas menyisir
gelungan rambutmu yang terus merontok
dengan jemari yang membatu, sumpah

Padang, 2007



Lepas Ingatan

merinduimu sampai ke ngilu tulang adalah keharusan
apa yang tampak, apa yang tertanam, adalah kenangan
sebut aku yang berdiang di lipatan matamu
mendulang bebiji hari buat membayar hutang pada waktu

kau terlalu cepat menagih sakit yang tertuang
hingga puisi menjadi candu pahit
bakal pelepas ingat

mengingatmu adalah keharusan, sebab badan
terlanjur basah, terlanjur bermandi di gelegak pertemuan
“aku akan menjemputmu
seketika tahun menawarkan
sepetak tanah untuk membikin pondok”
meski seketika itu matamu berubah lain
dan geraian rambutmu tak lagi menjadi pertanda pertautan.
tetap akan kupersuakan padamu, senja yang
menyauh lesi angin laut emma haven
tempat kita bertandang pada sebuah cerita. di mana
lembaran-lembaran catatan tentang padang tersuratkan

Kandangpadati, 2008



Simpang Sawahan

bertolaklah pulang, badanku sedang di simpang sawahan
jalan menikung mana yang harus kutuju? sedangkan mata
hati kau bawa ke seberang laut dan dengan angin asin
yang tersangkut di selimut kau suruh aku menujumu

tak akan ada selasa yang mengganggu lagi, sebab hari
akan sama adanya. ketakutan telah kubenam di kampung
selebihnya kumuarakan ke danau (tempat kita duduk-duduk
lalu sepasang kumbang mengganggumu)

masihkah kau menyukai warna merah? ah, sementara
aku di simpang masih sempat bertanya gila,
bertolaklah pulang, badanku sedang di simpang sawahan

Kandangpadati, 2008



Tahun Kecil

rambutmu yang terurai, ingin aku mengepangnya
ke arah selatan pantai yang sesak perkabungan
dan ingin juga aku menyulamkan ratusan cadik berwarna
sampai rambutmu tak berterbangan lagi dicium badai
(badai yang seringkali
membangunkanmu di parak siang)

mari menyulam rambutmu dengan cadik, adinda
mungkin akan mengingatkanmu pada tahun kecil
di mana kau ingin berterbangan di atas asin laut
bersama bunga kapas yang tumbuh dalam tidurmu
(mengingatnya
mengembalikan inginku untuk pulang)

Kandangpadati, 2007



Nyanyi Sunyi

gemerisik daun dan gebalau angin
kangen terbengkalai di balik jarak
adalah nyanyian sunyi para peladang.
serupa perempuanku, memendam buncah jantung
dengan ucapan sakit paling garang. “berangkatlah,
masih banyak kapal ke padang!” begitulah ucap
tinggal ucap. sedangkan kau berusaha membenam
ingatan di tiap suapanmu

di pulau lama, diri akan mengembali sendiri
sebab aku hanya pemuisi yang lupa merapal jarak
maka ingatlah sepatah kata sakit ini “bahwasanya
aku telah berupa bengkalai tangis dalam matamu”

Padang, 2008



Puisi Kecil

puisi-puisi kecil
yang dikirim angin lembah harau
menyertai kau,
melepas gagau,
dalam beragam risau

moga kau ingat sebuah pagi dimana cuaca
melembabkan tampang-tampang padi. sebait saja
ini puisi baca dalam hati.
agar suatu kali kau menginginkan lagi
bermalam di pondok ladang
dan makan dialas daun pisang

2008



Cangkang

begitu desau biola lembab itu
disapu habis bulan yang basah
maka terlantar pohon-pohon
untuk melebarkan daunnya
di luar masih basah,
lembab juga belum tentu
bakal menetaskan
telur-telur ingatan kita

yang terpaut dalam cangkang cuaca
yang makin asing bermain selimut.
aku menginginkan sepi yang dulu,
bahkan berkali-kali sepi
berikanlah,

tapi bukan sepi telur
dalam cangkang di musim basah.

Kandangpadati, 2008



Perimba

lelaki perimba tiba dari basah selatan
membesuk ingatan yang tertinggal
mirip getah damar.
atau ingin menurunkan kapal yang disangkut
dulu di batang besar? ah, hebatnya kenangan
bermain di sela-sela jari, di bungkahan dada berisi
ia lelaki yang menari dalam jambangan
berkumur pedas tembakau hutan
dengan merah gigi, dengan merah bibir
yang disumbat gelungan daun nipah
ia menjadi si pembakar diri
dalam sebuah perhelatan yang dinamai pinangan:
adakah yang datang selain beruk, mungkin juga
celeng yang tersungkur di lubang galian?

ia perimba yang ingin lindap di kerumun belukar
dulu telah disuruh menanam cempedak
biar bisa digulai orang sekampung
malah menjuluk bebuah masam yang condong
ke parak orang

Kandangpadati, 2008



Kenanglah

gedebur ombak puruih, kenanglah
di senja yang menyimpan peristiwa pantai
serupa cadik yang membenam kisah pelabuhan
kota yang digarami angin-angin perantauan
membuat sekian liku pada pasir jejalanan

“dirimukah yang bercinta dengan teluk?’
malam memasang sayap untuk senja
orang-orang melepas kenangan dengan cepat
sehempas buah-buah meriam melepas hangat
kenangan yang kandas,
mabuk dalam diam

gedebur ombak puruih, kenanglah
di senja yang menyimpan peristiwa pantai
serupa parit batas kota yang dijauhi bunga ilalang
kenanglah, pun bila tak merindu
(perihal muara jumpa yang tersakiti.
ah, bangunan tua itu
juga sempat menikami pergantian malam)

Kandangpadati, 2007



Penakik Getah

sungguh aku yang berdandan
serupa memoles petang gamang
dalam cahaya mulai remang
makin bertumbuh saja cupang cupang di kuduk pesisiran
dan telah mengapit tetumbuh payau yang berbagai tangkai
sepanjang cuaca dan bahkan sekian lama
tertanam di antara runtunan bebuah katulistiwa
aku yang tak sempat lagi menyebut sesiapa
yang bergumam beriring serak suara segala malam
tertuang dalam sekian lama perang di badan
hingga yang tertelungkup bukan lagi kalah

sungguh aku yang meluka dalam sayatan
dikepal musim luka kayu yang timbul getah
hujan lama menuai gelisah penakik
cuma bau karet kering lekat di badan
hingga mereka mulai menghitung jejak padam
dalam pandam tempat orang orang kalah tersemayam

2007



Pulang

benar tak ada jalan untuk pulang?
aku hanya pamit sebentar menjenguk mimpi
yang semalam tertinggal di taman kota.
sebentar saja,
kalau tak pintu biar jendela itu kau buka
aku janji tidak pulang larut.

2007

Tidak ada komentar:

Label

Sajak-Sajak Pertiwi Nurel Javissyarqi Fikri. MS Imamuddin SA Mardi Luhung Denny Mizhar Isbedy Stiawan ZS Raudal Tanjung Banua Sunlie Thomas Alexander Beni Setia Budhi Setyawan Dahta Gautama Dimas Arika Mihardja Dody Kristianto Esha Tegar Putra Heri Latief Imron Tohari Indrian Koto Inggit Putria Marga M. Aan Mansyur Oky Sanjaya W.S. Rendra Zawawi Se Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Agit Yogi Subandi Ahmad David Kholilurrahman Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Akhmad Muhaimin Azzet Alex R. Nainggolan Alfiyan Harfi Amien Wangsitalaja Anis Ceha Anton Kurniawan Benny Arnas Binhad Nurrohmat Dina Oktaviani Endang Supriadi Fajar Alayubi Fitri Yani Gampang Prawoto Heri Listianto Hudan Nur Indra Tjahyadi Javed Paul Syatha Jibna Sudiryo Jimmy Maruli Alfian Joko Pinurbo Kurniawan Yunianto Liza Wahyuninto Mashuri Matroni el-Moezany Mega Vristian Mujtahidin Billah Mutia Sukma Restoe Prawironegoro Ibrahim Rukmi Wisnu Wardani S Yoga Salman Rusydie Anwar Sapardi Djoko Damono Saut Situmorang Sihar Ramses Simatupang Sri Wintala Achmad Suryanto Sastroatmodjo Syaifuddin Gani Syifa Aulia TS Pinang Taufiq Wr. Hidayat Tengsoe Tjahjono Tjahjono Widijanto Usman Arrumy W Haryanto Y. Wibowo A. Mustofa Bisri A. Muttaqin Abdul Wachid B.S. Abi N. Bayan Abidah el Khalieqy Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Nurullah Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Alunk Estohank Alya Salaisha-Sinta Amir Hamzah Arif Junianto Ariffin Noor Hasby Arina Habaidillah Arsyad Indradi Arther Panther Olii Asa Jatmiko Asrina Novianti Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Baban Banita Badruddin Emce Bakdi Sumanto Bambang Kempling Beno Siang Pamungkas Bernando J. Sujibto Budi Palopo Chavchay Syaifullah D. Zawawi Imron Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Dian Hardiana Dian Hartati Djoko Saryono Doel CP Allisah Dwi S. Wibowo Edi Purwanto Eimond Esya Emha Ainun Nadjib Enung Nur Laila Evi Idawati F Aziz Manna F. Moses Fahmi Faqih Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Fatah Yasin Noor Firman Nugraha Firman Venayaksa Firman Wally Fitra Yanti Fitrah Anugrah Galih M. Rosyadi Gde Artawan Goenawan Mohamad Gus tf Sakai Hamdy Salad Hang Kafrawi Haris del Hakim Hasan Aspahani Hasnan Bachtiar Herasani Heri Kurniawan Heri Maja Kelana Herry Lamongan Husnul Khuluqi Idrus F Shihab Ira Puspitaningsih Irwan Syahputra Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jafar Fakhrurozi Johan Khoirul Zaman Juan Kromen Jun Noenggara Kafiyatun Hasya Kazzaini Ks Kedung Darma Romansha Kika Syafii Kirana Kejora Krisandi Dewi Kurniawan Junaedhie Laela Awalia Lailatul Kiptiyah Leon Agusta Leonowens SP M. Harya Ramdhoni M. Raudah Jambakm Mahmud Jauhari Ali Maman S Mahayana Marhalim Zaini Misbahus Surur Mochtar Pabottingi Mugya Syahreza Santosa Muhajir Arifin Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Aris Muhammad Yasir Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Nirwan Dewanto Nunung S. Sutrisno Nur Wahida Idris Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Oka Rusmini Pandapotan M.T. Siallagan Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Petrus Nandi Pranita Dewi Pringadi AS Pringgo HR Putri Sarinande Putu Fajar Arcana Raedu Basha Remmy Novaris D.M. Rey Baliate Ria Octaviansari Ridwan Rachid Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Robin Dos Santos Soares Rozi Kembara Sahaya Santayana Saiful Bakri Samsudin Adlawi Satmoko Budi Santoso Sindu Putra Sitok Srengenge Skylashtar Maryam Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sunaryono Basuki Ks Sungging Raga Susi Susanti Sutan Iwan Soekri Munaf Suyadi San Syukur A. Mirhan Tan Lioe Ie Tarpin A. Nasri Taufik Hidayat Taufik Ikram Jamil Teguh Ranusastra Asmara Thoib Soebhanto Tia Setiadi Timur Sinar Suprabana Tita Tjindarbumi Tjahjono Widarmanto Toni Lesmana Tosa Poetra Triyanto Triwikromo Udo Z. Karzi Ulfatin Ch Umar Fauzi Ballah Wahyu Heriyadi Wahyu Prasetya Wayan Sunarta Widya Karima Wiji Thukul Wing Kardjo Y. Thendra BP Yopi Setia Umbara Yusuf Susilo Hartono Yuswan Taufiq Zeffry J Alkatiri Zehan Zareez Zen Hae